Jasa etnis China bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan Tekhnologi di Nusantara tidak dapat diabaikan begitu saja. Kehidupan kita sehari-hari bisa berjalan seperti sekarang salah satunya berkat ilmu dan tekhnologi yangberasal dari kebudayaan China, sebagaimana diuraikan oleh Denys Lombard dan Claudine Salmon. Orang Belanda di Jawa pada awalnya tidak begitu memperhatikan pertanian. Sebaliknya, justru orang Chinalah yang mengembangkan budidaya padi.
Setiap tahun banyak jung datang ke Nusantara untuk berdagang sambil membawa sekitar 1200-1300 orang China untuk diperkerjakan di bidang pertanian. Budidaya padi memang bukan monopoli etnis China. Namun, mereka berjasa menemukan alat penyosoh padi pafda tahun 1750 yang dengan dua-tiga ekor sapi bisa mengolah sampai 500 ton per hari menggantikan sistem tumbuk tradisional dengan lesung berkapasitas 100 ton per hari. Penyebaran alat tersebut merangsang produksi beras dan mampu mengatasi kesulitan persediaan pangan di Batavia pada saat itu.
Selain padi, mereka juga mendatangkan kapas, terung, sayur-mayur,buah-buahan dan kacang hijau beserta produk olahannya seperti tauge, tahu dan taoco. Sementara pada abad 17 orang China mengembangkan budidaya tebu. Penggilingan tebu dilakukan secara sederhana dengan menaruh dua tabung kayu yang diputar oleh seekor sapi dengan perantaraan sebuah sistem roda gigi serta sebuah poros sepanjang 4.5 meter. Kedua tabung itu tegak lurus, tebu dimasukkan ke dalamnya dan diperas dua kali untuk mendapatkan sari tebu sebanyak mungkin. Karena kekurangan bahan bakar,sejak tahun 1815, industri gula ini kemudian pindah ke Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Tidak terbatas pada bidang pertanian, etnis China juga memperkenalkan dan mengembangan tekhnologi-tekhnologi lain, seperti: penyulingan arak pada 1611, menjadi pionir bidang metalurgi dan pertambangan, membuat jarum jahit dan kuali. Etnis China juga menjadi pengecor meriam di Aceh dan Patani. Sedangkan di bidang maritim, mereka membuat kapal yang digunakan Pati Unus untuk menyerang Malaka, membudidayakan tiram, kerang dan ikan di tambak serta memperkenalkan tekhnik pembuatan garam.
disarikan dari: Etnis Tionghoa dan Pengajaran Sejarah di Indonesia, AWA
Setiap tahun banyak jung datang ke Nusantara untuk berdagang sambil membawa sekitar 1200-1300 orang China untuk diperkerjakan di bidang pertanian. Budidaya padi memang bukan monopoli etnis China. Namun, mereka berjasa menemukan alat penyosoh padi pafda tahun 1750 yang dengan dua-tiga ekor sapi bisa mengolah sampai 500 ton per hari menggantikan sistem tumbuk tradisional dengan lesung berkapasitas 100 ton per hari. Penyebaran alat tersebut merangsang produksi beras dan mampu mengatasi kesulitan persediaan pangan di Batavia pada saat itu.
Selain padi, mereka juga mendatangkan kapas, terung, sayur-mayur,buah-buahan dan kacang hijau beserta produk olahannya seperti tauge, tahu dan taoco. Sementara pada abad 17 orang China mengembangkan budidaya tebu. Penggilingan tebu dilakukan secara sederhana dengan menaruh dua tabung kayu yang diputar oleh seekor sapi dengan perantaraan sebuah sistem roda gigi serta sebuah poros sepanjang 4.5 meter. Kedua tabung itu tegak lurus, tebu dimasukkan ke dalamnya dan diperas dua kali untuk mendapatkan sari tebu sebanyak mungkin. Karena kekurangan bahan bakar,sejak tahun 1815, industri gula ini kemudian pindah ke Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Tidak terbatas pada bidang pertanian, etnis China juga memperkenalkan dan mengembangan tekhnologi-tekhnologi lain, seperti: penyulingan arak pada 1611, menjadi pionir bidang metalurgi dan pertambangan, membuat jarum jahit dan kuali. Etnis China juga menjadi pengecor meriam di Aceh dan Patani. Sedangkan di bidang maritim, mereka membuat kapal yang digunakan Pati Unus untuk menyerang Malaka, membudidayakan tiram, kerang dan ikan di tambak serta memperkenalkan tekhnik pembuatan garam.
disarikan dari: Etnis Tionghoa dan Pengajaran Sejarah di Indonesia, AWA
No comments :
Post a Comment