11.07.2012

Sejarah Dan Perkembangan Museum

Sebagai sebuah lembaga yang melestarikan dan menafsirkan bukti material umat manusia dan alam, museum memiliki sejarah panjang yang melompat dari apa yang mungkin merupakan keinginan bawaan manusia untuk memiliki, mengumpulkan dan menafsirkan asal-usul sebuah koleksi besar.

Etimologi
Istilah museum berakar pada kata “Mouseion” yang dalam bahasa Yunani berarti "Kursi Muses." Mouseion merupakan lembaga filosofis atau tempat kontemplasi. Kata Mouseion kemudian diturun dalam bahasa Latin menjadi museum. Museum, pada zaman Romawi, dibatasi penggunaannya untuk menyebut tempat diskusi filosofis. Di sini, museum lebih cenderung sebagai prototipe universitas ketimbang sebuah lembaga untuk melestarikan dan menginterpretasikan aspek materi dari warisan.
Kata museum dihidupkan kembali di Eropa pada abad ke-15 untuk menggambarkan koleksi Lorenzo de’ Medici di Florence. Tetapi, istilah museum pada waktu itu dimaksudkan menyampaikan konsep kelengkapan daripada menunjukkan sebuah bangunan. Dua abad berikutnya, Eropa menggunakan istilah museum untuk menggambarkan koleksi keingintahuan. Pada abad ke-18, setelah pendirian British Museum, pengertian museum mulai mengarah pada lembaga yang didirikan untuk melestarikan dan menampilkan koleksi bagi umum. Selanjutnya, penggunaan kata museum selama akses ke-19 dan abad ke-20 melambangkan bangunan rumah materi budaya yang bisa diakses oleh publik.
Disiplin Ilmu
Seiring dengan identifikasi peran yang jelas untuk museum di masyarakat, secara bertahap dikembangkanlah studi teoritis mengenai museum yang dikenal sebagai museologi (istilah museologi digunakan pertama kali oleh Philipp Leopold Martin dalam bukunya “Die Praxis der Naturgeschichte”). Sayangnya, pengembangan studi ini berjalan lambat. Personel-personel museum yang boleh dikatakan berpengalaman dan terlatih dalam disiplin yang berhubungan dengan koleksi tertentu, ternyata hanya memiliki sedikit pemahaman tentang museum secara keseluruhan, baik mengenai operasi ataupun perannya dalam masyarakat. Akibatnya, aspek-aspek praktis museum, misalnya, konservasi dan display, yang dapat dicapai melalui pinjaman dari disiplin ilmu dan teknik lain, menjadi terabaikan. Oleh karena itu, muncullah museografi yang lebih menekankan studinya pada aspek praktis. Tetapi, karena museum menderita konflik tujuan, metode magang pelatihan untuk pekerjaan museum hanya memberi sedikit kesempatan dalam pengenalan ide-ide baru. Situasi ini berlaku sampai organisasi-organisasi lain mulai mengkoordinasikan, mengembangkan, dan mempromosikan museum. Istilah museograpfi pertama kali digunakan oleh Caspar Friedrich Neickelius dalam “Museographie oder Anleitung zum rechten Begriff und der nutzlicher Anlegung Museorum oder Raritätenkammern.”
Cikal Bakal Museum
  • Zaman Kuno
Asal-usul konsep pelestarian dan interpretasi, yang menjadi dasar museum, terletak pada kecenderungan manusia untuk memperoleh dan menanyakan. Sebuah pengembangan terhadap gagasan museum terjadi pada awal milenium 2 SM di Larsa, Mesopotamia, yang dilakukan dengan cara menyalin prasasti tua untuk digunakan di sekolah-sekolah. Tapi, gagasan itu juga melibatkan penafsiran terhadap material aslinya. Kriteria ini tampaknya telah terdapat pada benda-benda yang ditemukan oleh Sir Leonard Woolley di Ur. Temuan Woolley mengindikasikan bahwa raja Babilonia Nebukadnezar dan Nabonidus telah mengumpulkan barang antik selama masa kekuasaan mereka. Selain itu, di kamar sebelah kuil sekolah tidak hanya ditemukan koleksi barang antik, tetapi juga sebuah tablet prasasti abad ke-21 SM.. Woolley menafsirkan tablet itu sebagai label museum. Penemuan ini tampaknya menunjukkan bahwa Ennigaldi-Nanna, putri Nabonidus, dan pendeta yang mengelola sekolah, memiliki sebuah museum pendidikan kecil di sana.
  • Zaman Klasik
Dalam kerajaan Yunani dan Romawi persembahan nazar ditempatkan di kuil-kuil, kadang-kadang dalam tempat yang khusus dibangun. Ini hanyalah salah satu contoh bahwa mereka memiliki karya seni, keingintahuan alami dan barang-barang eksotis yang dibawa dari bagian kerajaan yang jauh. Mereka memaerkannya untuk umum, seringkali dengan menarik biaya yang kecil dari para pengunjung. Yang lebih mendekati konsep museum adalah pinakotheke Yunani, yang didirikan pada abad ke-5 SM di Acropolis, Athena. Di situ ditempatkan lukisan untuk menghormati para dewa. Seni juga berlimpah di tempat umum Roma, tapi tidak ada museum. Tidak dapat diaksesnya lebih dari satu koleksi Kaisar Romawi adalah subyek komentar publik, dan Agrippa, seorang wakil dari Augustus, menyatakan r pada abad ke-1 SM bahwa lukisan dan patung harus tersedia untuk masyarakat.
  • Asia dan Afrika
Di Cina, aktifitas mengumpulkan dimulai setidaknya pada awal Dinasti Shan (abad XVI SM -XI SM). Aktifitas tersebut kemudian dikembangkan oleh Dinasti Qin (abad III SM) sebagaimana terlihat pada makam Kaisar Shih Huangti, dekat Sian (Xian) yang dijaga oleh prajurit-dan kuda terra cotta. Bersama benda-benda pemakaman lainnya, benda-benda tersebut disimpan di Museum Figure Qin. Istana Shih Huangti tercatat memiliki benda-benda langka dan berharga.
Kaisar Cina berikutnya terus mempromosikan seni, baik lukisan, kaligrafi, logam, batu giok, kaca, dan tembikar. Salah satunya Kaisar Han Wu-ti (141/140-87/86 SM) yang mendirikan sebuah akademi yang berisi lukisan dan kaligrafi dari masing-masing provinsi di China. Begitu pula dengan kaisar terakhir Dinasti Han, Hsien-ti (turun tahta 220 AD), yang mendirikan sebuah galeri yang berisi potret para menterinya. Sementara di Jepang, Kuil Todai menjadi rumah bagi sebuah patung perunggu Sang Buddha Agung (Daibutsu) yang dibangun pada abad ke-8 di Nara. Harta karun kuil candi ini masih dapat dilihat di Shoso.
Pada waktu yang sama, masyarakat Islam sedang membuat koleksi peninggalan di makam-makam para syuhada Muslim. Gagasan wakaf, yang diresmikan oleh Rasulullah sendiri, secara tidak langsung juga mengakibatkan pembentukan koleksi. Di Afrika tropis koleksi benda-benda juga memiliki sejarah panjang, seperti yang terdapat di kuil dan dalam upacara keagamaan tertentu.
  • Eropa Abad Pertengahan
Koleksi Eropa abad pertengahan meliputi hak prerogatif rumah pangeran, gereja dan benda-benda yang diduga peninggalan Kristen. Pada saat itu link maritim Eropa dengan seluruh dunia sebagian besar melalui pelabuhan Lombardy dan Tuscany di utara Mediterania yang membawa kontak antara semenanjung Italia dan Benua. Alhasil, pergerakan barang antic pun terjadi. Henry of Blois, Uskup Winchester, dilaporkan telah membeli patung-patung kuno selama kunjungannya ke Roma pada tahun 1151 dan mengirim patung-patung itu ke Inggris dengan durasi perjalanan sekitar satu bulan. Pergerakan barang antik tidak terbatas di Italia saja. Benda-benda eksotis dari daerah lain pun yang memasuki pelabuhan Italia segera menemukan jalan untuk menjadi koleksi kerajaan. Misalnya, keterlibatan Venesia dalam Perang Salib Keempat pada awal abad ke-13 mengakibatkan terjadinya transfer kuda perunggu dari Konstantinopel ke Basilika San Marco di Venesia.
  • Italia Masa Renaissance
Pengaruh Renaissance Eropa yang merambah Italia juga menghasilkan pengkoleksian besar-besaran. Italia mulai tertarik pada warisan klasiknya. Pedagang-pedagang baru dan keluarga perbankan mulai menghasilkan koleksi barang antik yang mengesankan. Salah satu koleksi yang terkenal adalah koleksi Cosimo de' Medici yang dibangun di Florence pada abad ke-15. Koleksi tersebut dikembangkan oleh keturunannya hingga akhirnya diwariskan kepada negara pada tahun 1743 dan dapat diakses oleh orang-orang Tuscany dan semua bangsa.
  • Koleksi Kerajaan
Di tempat lain di Eropa, koleksi kerajaan dikembangkan. Raja Matthias I dari Hongaria memelihara lukisannya di Buda dan barang antik Romawi di Kastil Szombathely selama abad ke-15. Maximilian I dari Austria mengakuisisi koleksi untuk istananya di Wina. Contoh benda-benda ilmiah dan seni ditampilkan dalam "kubah hijau" istana Dresden milik Augustus of Saxony, sementara archduke Ferdinand dari Tirol menempatkan beragam koleksi yang mencakup gading-gading Benin dan lukisan Cina di Puri Ambras yang terletak di dekat Innsbruck. Koleksi Eropa Tengah terkenal lainnya adalah Kaisar Romawi Suci koleksi Rudolf II di Praha dan Albert V, archduke Bavaria, yang merancang dan membangun rumah koleksi di Munich pada 1563-1571. Sedangkan koleksi raja Polandia, Sigismund II Augustus, bertempat di Kastil Wawel, Krakow. Dan masih banyak lagi. Yang jelas, kecenderungan mereka dalam mengoleksi benda-benda berharga nan antik berimbas positif pada perkembangan dunia seni.
  • Koleksi Pribadi
Perkembangan sejarah manusia dan alam pada abad ke-16 menyebabkan penciptaan koleksi khusus. Di Italia saja terdapat lebih dari 250 koleksi sejarah alam yang tercatat dalam abad itu, termasuk herbarium Luca Ghini di Padua dan koleksi eklektik Ulisse Aldrovandi di Bologna. Koleksi sejarah alam terkenal lainnya adalah koleksi-koleksi Conrad Gesner, Félix Platter dan John Tradescants. Koleksi sejarah lainnya adalah potret tokoh-tokoh besar yang dirakit oleh Paolo Giovio di Como, koleksi arkeologi milik keluarga Grimani di Venesia, koleksi manuskrip milik Sir Robert Cotton di Inggris, koleksi Ferrante Imperato di Naples, koleksi Bernardus Paludanus di Enkhuizen dan koleksi Ole Worm di Kopenhagen. Pada waktunya nanti berbagai koleksi tersebut menemukan jalan mereka menuju museum.
Pada abad XVI, koleksi-koleksi semacam itu biasanya dikenal sebagai cabinet di Inggris dan Perancis, sementara di Eropa yang berbahasa Jerman mengenalnya sebagai Kammer atau Kabinett. Terkadang, diterapkan pula istilah Kunstkammer dan Rüstkammer yang merujuk pada koleksi seni dan koleksi benda-benda sejarah atau armor, sementara koleksi spesimen alami disebut Wunderkammer atau Naturalienkabinett (Salah satu koleksi spesimen alam Italia disebut naturale museo). Di Inggris kemudian muncul istilah gallery yang dipinjam dari kata Italia galleria yang digunakan untuk menyebut tempat di mana lukisan dan patung yang dipamerkan.
Tahun 1565, Samuel von Quiccheberg yang mempublikasikan koleksi-koleksi alami, menyatakan bahwa koleksi-koleksi tersebut mewakili klasifikasi sistematis dari semua materi di alam semesta. Pandangannya mencerminkan semangat sistem dan penyelidikan rasional yang mulai muncul di Eropa. Koleksi benda-benda alam dan buatan memainkan peran penting dalam gerakan ini. Hal ini dapat dilihat dalam karya Nicolas-Claude Fabri de Peiresc di Aix-en-Provence di Perancis pada awal abad ke-17atau dalam klasifikasi kerajaan tumbuhan dan hewan oleh Carolus Linnaeus. Sedangkan karya-karya lain seperti Museographia oleh Casper F. Neickelius yang diterbitkan di Leipzig pada tahun 1727, umumnya untuk membantu dalam klasifikasi, perawatan koleksi dan identifikasi sumber-sumber potensial dari mana koleksi mungkin dikembangkan.
  • Koleksi Komunitas Pembelajaran
Komunitas-komunitas pembelajaran banyak yang didirikan untuk mempromosikan diskusi kelompok, eksperimentasi dan pengkoleksian. Beberapa memulainya pada awal abad ke-16. Salah satu komunitas yang terkenal adalah Royal Society di London (1660) dan Academy of Sciences di Paris (1666). Pada pergantian abad, organisasi yang meliputi bidang studi lainnya sedang dibentuk, di antaranya Society of Antiquaries of London (1707). Ini adalah awal dari sebuah gerakan pembentukan koleksi dan promosi massal sehingga banyak memberikan kontribusi bagi pembentukan istilah museum dalam arti modern.
  • Koleksi Publik
Contoh tercatat paling awal dari suatu lembaga publik yang menerima koleksi pribadi terjadi pada abad ke-16 di mana Domenico Kardinal Grimani dan Antonio Grimani mewariskan koleksinya kepada Republik Venesia pada tahun 1523 dan 1583. Sementara di Swiss, pada masa reformasi benda-benda dipindahkan dari komunitas gerejawi kepada otoritas Zürich dan kota-kota lain, sehingga akhirnya membentuk komponen penting dari museum mereka. Kota Basel yang khawatir kabinet Basilius Amerbach akan diekspor kemudian membelinya pada tahun 1662 dan sembilan tahun kemudian menampilkannya di perpustakaan universitas. Tahun 1694, kepala biara Saint Vincent de Besançon di Prancis mewariskan koleksi lukisan dan medali kepada biara untuk membentuk koleksi publik. Dalam kasus koleksi Ole Worm, kurangnya minat kalangan keluarga pemilik setelah kematiannya mengakibatkan terjadinya transfer koleksi pada 1655 kepada kabinet kerajaan di Kopenhagen.
Museum-museum Pertama
  • Museum Ashmolean
Lembaga pertama yang menerima koleksi pribadi, mendirikan bangunan untuk menyimpannya dan menyediakannya untuk publik adalah University of Oxford. Koleksi tersebut awalnya milik Elias Ashmole yang mencakup banyak koleksi Tradescant. Koleksi itu sendiri akan diberikan itu dengan syarat ada tempat untuk meneyimpannya. Setelah bangunan tempat menyimpan koleksi beridiri, akhirnya menjadi dikenal sebagai Museum Ashmolean yang dibuka pada tahun 1683. Museum ini kemudian pindah ke gedung baru lainnya yang berada di dekat bangunan lama, dan bangunan lama kini menjadi Museum Sejarah Ilmu Pengetahuan)
  • British Museum
Pada abad ke-18, berkembanglah pencerahan, semangat ensiklopedik dan eksotisme. Perkembangan yang didorong oleh peningkatan eksplorasi dunia ini kemudian melahirkan dua museum terkemuka Eropa, British Museum di London yang dibuka pada 1759 dan Louvre di Paris yang dibuka pada 1793. British Museum dibentuk sebagai hasil tanggung jawab pemerintah dari untuk melestarikan dan memelihara koleksi untuk kepentingan umum. Koleksi-koleksi itu ditempatkan di Montagu House, Bloomsbury. Koleksi- tersebut semula dimiliki oleh Sir Robert Cotton, Robert Harley, 1st Earl of Oxford dan Sir Hans Sloane. Koleksi Cotton dan Harley terdiri dari naskah, koleksi Sloane meliputi sejarah spesimen alam dari Jamaika dan klasik, etnografi, numismatic, benda seni dan cabinet, sementara koleksi William Courten secara keseluruhan terdiri dari 100.000 item.
  • Museum Louvre
Ini adalah masalah yang menjadi perhatian publik di Perancis di mana koleksi kerajaan yang tidak dapat diakses oleh rakyat, akhirnya koleksi kerajaan berupa lukisan dipamerkan di Istana Luksemburg pada tahun 1750 oleh Louis XV. Tekanan terus-menerus, termasuk usulan Diderot tentang museum nasional, menyebabkan munculnya rencana untuk koleksi kerajaan di depan publik di Galerie Grande di Istana Louvre. Galerie Grande dibuka untuk umum pada tahun 1793 dan di bawah dekrit pemerintah revolusioner disebut sebagai Museum Pusat Seni. Namun, berbagai kesulitan kemudian muncul sehingga museum tidak sepenuhnya bisa diakses hingga 1801.
Koleksi Museum Louvre meningkat tajam setelah Konvensi Nasional menginstruksikan Napoleon menyediakan benda seni selama masa kampanyenya di Eropa. Hasilnya, banyak koleksi kerajaan dan bangsawan ditransfer ke Paris untuk dipertunjukkan pada apa yang dikenal sebagai Musee Napoleon. Tetapi, pada tahun 1815 Konres Wina mewajibkan koleksi rampasan itu. Kendati demikian, Napoleon telah merintis sejumlah koleksi untuk umum.
  • Museum Roma
Pada abad XVIII koleksi Vatikan juga mengalami reorganisasi besar-besaran. Museum Capitoline dibuka untuk umum pada tahun 1734 dan Palazzo de Consevatori diubah menjadi galeri lukisan pada 1749. Selanjutnya, Museum Pio Clementino (sekarang salah satu bagian dari kompleks museum di Vatikan) dibuka pada 1772 sebagai rumah penyimpanan koleksi benda-benda antik. Arsitektur neoklasik bangunan ini menjadi sebuah standar yang ditiru oleh sejumlah negara Eropa selama setengah abad.
Penyebaran Model Eropa
Sebelum akhir abad XVIII, fenomena museum menyebar ke bagian lain di dunia. Di Amerika Serikat, misalnya, Charleston Library Society of South Carolina mengumumkan niatnya membentuk sebuah museum. Tujuannya adalah untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang pertanian dan obat-obatan herbal di daerah. Lembaga lain awal, Museum Peale, dibuka pada tahun 1786 di Philadelphia oleh pelukis Charles Wilson Peale. Koleksi cepat memenuhi ruang yang tersedia di rumahnya dan koleksinya pernah untuk satu waktu di Independence Hall.
Pengaruh kolonial Eropa juga bertanggung jawab atas munculnya museum tempat lain. Di Jakarta, koleksi Masyarakat Seni dan Ilmu Batavia dimulai pada tahun 1778, akhirnya menjadi Museum Pusat Kebudayaan Indonesia dan akhirnya bagian dari Museum Nasional. Asal-usul dari Museum India di Calcutta juga serupa, berdasarkan koleksi Asiatic Society of Bengal, yang dimulai pada tahun 1784. Di Amerika Selatan sejumlah museum nasional berasal dari awal abad 19: Museum Ilmu Alam Argentina di Buenos Aires didirikan pada tahun 1812 dan Museum Nasional Brasil di Rio de Janeiro, yang mulai memarkan lukisan yang disajikan oleh John VI, dibuka untuk umum pada tahun 1818. Museum-museum lainnya antara lain Museum Nasional, Bogota, Kolombia (1824), dan Museum Nasional Sejarah Alam di Santiago, Chili (1830), dan Montevideo, Uruguay (1837). Di Kanada koleksi zoologi dari Akademi Pictou di Nova Scotia (didirikan pada 1816) dibuka untuk umum pada 1822. Di Afrika Selatan, pengumpulan zoologi oleh Andrew (kemudian Sir Andrew) Smith menjadi pondasi didirikannya museum di Cape Town pada 1825. Sementara di Australia, seorang naturalis amatir dan diplomat, Alexander Macleay, bertanggung jawab atas inisiatif publikasi pada tahun 1829 dan menjadi apa yang kemudian Museum Australia di Sydney.
Perkembangan Abad XIX
Pada awal abad XIX pemberian akses publik terhadap koleksi yang sebelumnya bersifat pribadi telah menjadi sesuatu yang lebih umum. Selama kurang lebih 100 tahun kemudian, otoritas regional dan nasional di seluruh dunia menegaskan bahwa museum ditujukan untuk kepentingan publik. Dalam perkembangannya kemudian, museum telah menjadi bagian dari perwujudan identitas nasional. Fenomena semacam ini awalnya terlihat di Hungaria, Moravia, Austria ataupun Polandia.
Peningkatan minat terhadap barang antik pun menyebabkan penggalian situs arkeologi dan berdampak pada pengembangan museum. Rusia, Denmark, Perancis dan Yunani memelopori berdirinya museum arkeologi yang menyimpan koleksi arkeologis yang digali dari wilayah setempat.
Setelah Inggris melaksanakan reformasi sosial untuk mengatasi masalah akibat industrialisasi, pengembangan museum kota mulai terjadi. Dukungan terhadap museum oleh otoritas lokal dipandang sebagai sarana untuk memberikan instruksi dan hiburan kepada penduduk. Ini menjadi subyek dari undang-undang khusus yang terbit pada tahun 1845. Museum juga dipandang sebagai kendaraan untuk mempromosikan desain industri serta prestasi ilmiah dan teknis. Promosi tersebut dipelopori oleh Victoria and Albert Museum dan Science Museum di South Kensington, London. Koleksi kedua museum diperoleh dari Pameran Besar tahun 1851 yang pameran pertama di dunia. Pameran internasional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan sejumlah museum sejak saat itu, termasuk Museum Teknis Perindustrian dan Perdagangan di Wina dan Istana Discovery di Paris.
Selama paruh kedua abad XIX museum mulai berkembang biak di Eropa. Kebanggaan warga dan gerakan pendidikan gratis adalah salah satu penyebab dari perkembangan ini. Sekitar 100 museum dibuka di Inggris dalam 15 tahun sebelum tahun 1887, sedangkan 50 museum didirikan di Jerman dalam lima tahun selama 1876-1880. Ini juga merupakan periode inovasi. Museum Liverpool di Inggris, misalnya, mulai mengedarkan spesimen ke sekolah-sekolah untuk tujuan pendidikan, panorama dan kelompok habitat yang digunakan untuk memfasilitasi interpretasi. Ketika pencahayaan gas pertama dan kemudian penerangan listrik tersedia, museum dibuka pada malam hari untuk memberikan layanan kepada mereka yang tidak sempat untuk mengunjunginya di siang hari.
Booming museum juga melanda kawasan di luar Eropa dan AS. Di Amerika Selatan museum baru didirikan di kota-kota dan di provinsi-provinsi. Beberapa dari mereka disediakan oleh universitas, seperti Museum Geologi di Lima, Peru (1891) atau Museum Geografis dan Geologi di São Paulo, Brazil (1895). Lainnya diciptakan oleh badan provinsi: museum regional di Córdoba (1887), Gualeguaychu (1898) di Argentina, di Ouro Prêto, Brasil (1876), Museum Hualpen, Chili (1882) atau Museum dan Perpustakaan Kota di Guayaquil, Ekuador (1862).
Pada saat yang bersamaan, Museum India di Calcutta dan Museum Pusat Budaya Indonesia di Jakarta adalah lembaga mapan di Asia. Sementara di Jepang, sebuah museum untuk mendorong industri dan pengembangan sumber daya alam yang dibuka pada tahun 1872, memberikan dasar bagi terbentuknya Museum Nasional Tokyo dan Museum Sains Nasional. Meskipun beberapa museum komunitas studi juga ada di Cina pada akhir abad 19, museum pertama dalam arti kata yang kaku adalah Museum Nantung di provinsi Kiangsu yang didirikan pada tahun 1905. Satu decade kemudian berdiri Museum Sejarah China di Peking (Beijing) dan Museum Northern Territory di Tientsin. Museum-museum lain di Asia adalah koleksi di Grand Palace di Bangkok yang didirikan pada tahun 1874 (sekitar 60 tahun kemudian menjadi Museum Nasional Thailand), Museum Nasional Ceylon dibuka untuk umum pada tahun 1877, Museum Sarawak dibuka pada tahun 1891 dan Museum Peshawar di Pakistan dibuka pada tahun 1906.
Afrika ternyata juga tidak mau ketinggalan. Di Afrika tengah dan selatan, museum didirikan pada awal abad ke-20. Museum Nasional Zimbabwe di Bulawayo dan Harare didirikan pada tahun 1901, Museum Uganda berasal pada tahun 1908 dari koleksi yang dirakit oleh Komisaris Distrik Inggris dan Museum Nasional Kenya di Nairobi dimulai oleh Masyarakat Sejarah Alam Afrika Timur dan Uganda pada tahun 1909. Museum pertama di Mozambik, Dr. Alvaro de Castro Museum di Maputo didirikan pada tahun 1913. Sementara itu, di Afrika Utara, Museum Mesir di Kairo telah dipindahkan ke gedung baru pada tahun 1902 dan beberapa koleksi telah dipindahkan untuk membentuk dua lembaga baru: Museum Islaiih Clt (1903) dan Museum Koptik (1908). Di Afrika Selatan ada pembangunan museum di sejumlah provinsi, misalnya di Grahamstown (1837), Port Elizabeth (1856), Bloemfontein (1877), Durban (1887), Pretoria (1893) dan Pietermaritzburg (1903).
Selama abad ke-20 sejumlah kekuatan sosial mempengaruhi perkembangan museum, khususnya museum nasional dan regional. Konsekuensi sosial yang mendalam dari dua perang dunia, Revolusi Rusia tahun 1917 dan periode resesi ekonomi memunculkan periode penilaian ulang. Pemerintah, asosiasi profesi, dan organisasi lain yang meninjau peran museum dalam mengubah masyarakat dan membuat sejumlah saran untuk meningkatkan layanan mereka kepada publik. Di beberapa negara pendekatan baru dikembangkan di mana museum dikembangkan untuk mencerminkan nenek moyang mereka yang beragam.
Perubahan radikal itu terutama terjadi di Rusia di mana koleksi museum di bawah kontrol negara setelah Revolusi Rusia tahun 1917. Keyakinan Lenin bahwa budaya adalah untuk rakyat dan upaya untuk melestarikan warisan budaya negara itu menyebabkan peningkatan sebanyak tiga kali lipat dalam 20 tahun. Tidak hanya itu banyak warisan seni, sejarah dan ilmiah negara disatukan bersama dalam museum, tapi museum jenis lain juga muncul.
Di Jerman banyak museum regional didirikan setelah Perang Dunia I untuk mempromosikan tokoh-tokoh sejarah tanah air dan mereka pasti mendorong kecenderungan nasionalistik yang mengarah ke era Nazi.
Tahun-tahun setelah Perang Dunia II merupakan periode pencapaian luar biasa bagi museum. Hal ini tercermin baik dalam kebijakan internasional dan nasional. Museum menjadi fasilitas pendidikan, sumber aktivitas waktu luang dan media komunikasi. Kekuatan mereka terletak pada kenyataan bahwa mereka adalah repositori dari hal yang nyata bisa menginspirasi dan membangkitkan rasa takjub dan nostalgia.
Di Eropa, khususnya, ada periode rekonstruksi pascaperang. Banyak harta karun seni telah dipindahkan ke tempat yang aman selama perang yang kemudian harus dipulihkan dan redisplayed. Bangunan juga harus diperbaharui. Rekonstruksi ini memberikan kesempatan untuk merealisasian beberapa ide yang sempat mandeg. Sebuah pendekatan baru muncul di mana kurator di museum besar menjadi anggota tim yang terdiri dari para ilmuwan sebagai konservator, desainer untuk membantu dalam pekerjaan pameran, pendidik untuk mengembangkan fasilitas bagi siswa dan masyaraka,t ilmuwan informasi untuk menangani data ilmiah yang melekat dalam koleksi, bahkan manajer pemasaran untuk mempromosikan museum dan pekerjaannya. Sebagai hasil dari inovasi tersebut, museum menemukan popularitas baru dan semakin menarik minat pengunjung. Banyak dari para pengunjung adalah wisatawan. Pemerintahan, khususnya di negara-negara Eropa tertentu, segera mengakui kontribusi museum bagi perekonomian.

No comments :

Post a Comment