3.21.2013

Soeratin: Membangun Nasionalisme Lewat Sepak Bola

Soeratin Sosrosoegondo. Lahir di Yogyakarta, 17 Desember 1898, beliau adalah seorang insinyur sipil lulusan Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Jerman. Ia juga adalah ketua umum PSSI periode 1930-1940. Salah satu pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama. Di tengah gonjang-ganjing persebakbolaan Indonesia, marilah kita sejenak mengingat dan merenungkan perjuangan dan pengorbanan beliau.
soeratin
Apa sebenarnya motivasi Soeratin membangun organisasi sepak bola di negeri ini? Hartakah? Kepopulerankah? Sama sekali bukan. Motivasi beliau tak lain adalah mewujudkan nasionalisme lewat sepak bola. Beliau selalu menekankan kepada klub-klub pribumi agar jangan sampai kalah dengan klub-klub Eropa! Dengan kata lain, beliau ingin mencapai kehormatan bangsa Indonesia lewat tetes peluh dan sengal nafas para pemain di lapangan. Jangan lemes, jangan putus asa, jangan goblok kala di atas lapangan! Sebab, semua demi Indonesia!
Soeratin sebenarnya bisa hidup enak. Sekembalinya dari Eropa tahun 1928, beliau bergabung dengan perusahaan terkemuka Belanda, turut membangun jembatan dan bangunan di Tegal dan Bandung. Tetapi, dalam posisi yang berkecukupan, nasionalisme beliau terusik. Beliau tertantang untuk menghadapi resiko sebagai anak bangsa jajahan. Beliau lantas memilih sepak bola sebagai curahan perjuangannya. Beliau melakukan pertemuan dengan tokoh sepak bola pribumi di Yogyakarta, Solo, Magelang, Jakarta dan Bandung. Pertemuan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari sergapan intel-intel Belanda. Puncaknya, tanggal 19 April 1930 berdirilah Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI).
Kegiatan mengurus PSSI membuat Soeratin kemudian keluar dari tempat kerjanya dan mendirikan usaha sendiri. Setelah Jepang menduduki Indonesia dan perang kemerdekaan terjadi, beliau aktif di TKR dengan pangkat letnan kolonel. Pasca penyerahan kemerdekaan, belliau kemudian menjadi salah satu pimpinan Djawatan Kereta Api. Ironisnya, pada masa-masa berikutnya, beliau hidup dalam kemiskinan. Bahkan, sampai meninggal―setelah sekian lama sakit dan tak mampu menebus obat―pun tetap miskin. Tidak ada sesuatu yang berharga yang ditinggalkan beliau, selain organisasi yang dicintainya ini: PSSI.
Berbicara tentang perjuangan Soeratin, maka jasa beliau dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Berani menggunakan label Indonesia, bukan Hindia Belanda
  2. Mengadakan pertandingan antarklub pribumi sebagai perwujudan Sumpah Pemuda
  3. Tujuan organisasi yang beliau dirikan untuk mencapai kedudukan yang setara dengan orang-orang Eropa.
Tetapi sayang seribu sayang, perjuangan beliau saat ini disiasiakan. Saat ini, PSSI tidak lebih dari gambaran kecil perpecahan yang sedikit demi sedikit mulai menggerogoti negeri ini. Entah apa yang diinginkan oleh para pemecah PSSI. PSSI adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan milik segelintir orang atau kelompok. PSSI sekarang tak lagi jadi wadah perjuangan. Sebaliknya, PSSI hanya dijadikan ladang untuk cari popularitas dan―mungkin―materi semata. Klub-klub dan para pemainnya pun tak jauh beda. Tak ada gairah kala bertanding di pentas internasional. Mereka tak mengerti jika di dada mereka ada garuda, ada harapan berjuta-juta rakyat Indonesia. Ingat, sepak bola itu bukan perkara menang atau kalah saja. Sepak bola itu kehormatan bangsa, pemersatu bangsa. Jangan sampai rakyat Indonesia memaki timnasnya sendiri dan menyanjungnyanjung timnas atau klub luar negeri. Memalukan!

No comments:

Post a Comment