Pada masa silam, naik haji selain sebagai ritual wajib, juga memiliki nuansa politik. Sebagian perlawanan terhadap pemerintah kolonial dipimpin oleh mereka yang pulang dari tanah suci. Selain itu, dukungan Syarif Besar penguasa Mekkah dan Madinah dianggap mempunyai nilai legitimasi bagi beberap kerajaan Islam di Nusantara.
Sementara bagi kalangan masyarakat, selain sebagai ibadah yang istimewa, gelar haji merupakan status sosial yang tinggi sehingga orang-orang rela mengorbankan harta benda untuk berangkat ke tanah suci. Padahal, panas padang pasir bias mencapai 40 derajat Celcius dan perjalanan haji tempo dulu memakan waktu sekitar 2-3 tahun menggunakan kapal layar. Bertambahnya jumlah penduduk dan dibukanya Terusan Suez pada 1829, jumlah jamah haji Hindia Belanda meningkat karena jumlah kapal uap yang melintasi terusan ini dari Jawa dan Singapura semakin bertambah. Pada tahun 1879 tercatat 5331 orang sedangkan pada tahun 1909 mencapai 9644 orang.
Mereka yang pulang umumnya lebih sedikit dari yang berangkat. Hal disebabkan karena sebagian menetap di Arab Saudi untuk belajar ilmu agama. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda membuka konsulat di Jeddah pada tahun 1872 untuk mengawasi mereka dari pengaruh Pn-Islamismisme Turki.
Biro Perjalanan Haji
Perjalanan pulang-pergi dari Jawa ke Jeddah dikenakan biaya 180 gulden (Singapura-Jeddah dikenakan ongkos pulang-pergi 100 gulden). Itu belum termasuk pembayaran untuk syekh yang menjadi penunjuk jalan selama di sana. Sebagian jamaah haji Hindia Belanda membayar ongkos sekali jalan karena mereka sudah berniat bermukim di sana selama beberapa tahun.
Ada tiga perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan perjalanan haji: De Rotterdamsche Lloyd, Stoomvaartmatschappij Nederland dan Stoomvaartmatschappij Ocean. Tetapi, di luar ketiga perusahaan itu ada juga biro perjalanan lain yang menyelenggarakan perjalanan haji. Di antaranya adalah Herklots & Co di Jawa dan Assegaf & Co di Singapura. Herklots termasuk biro perjalanan yang sering menelantarkan jamaah. Pemiliknya, Y.G.M. Herklots pernah ditangkap di Jeddah dan dibawa ke Batavia, namun tidak ada bukti untuk menyeretnya ke penjara. Dalam bisnisnya Herklots pintar mendekati pejabat di mana pejabat tersebut akan memaksa orang-orang yang ingin naik haji menggunakan jasa Herklots.
Sedangkan Assegaf lain lagi kelakuannya. Ia memanfaatkan jamaah haji yang kehabisan ongkos untuk pulang ke tanah air. Tapi syaratnya, mereka harus bekerja di perkebunan Assegaf di Johor selama beberapa tahun untuk melunasi utang ongkos tersebut. Assegaf juga tidak segan menipu dengan memberi iming-iming pada buruh-buruh rekrutannya untuk bekerja di Singapura dengan upah naik haji. Ternyata janji itu bualan belaka sehingga muncullah olok-olok “Haji Singapura.”
Sementara bagi kalangan masyarakat, selain sebagai ibadah yang istimewa, gelar haji merupakan status sosial yang tinggi sehingga orang-orang rela mengorbankan harta benda untuk berangkat ke tanah suci. Padahal, panas padang pasir bias mencapai 40 derajat Celcius dan perjalanan haji tempo dulu memakan waktu sekitar 2-3 tahun menggunakan kapal layar. Bertambahnya jumlah penduduk dan dibukanya Terusan Suez pada 1829, jumlah jamah haji Hindia Belanda meningkat karena jumlah kapal uap yang melintasi terusan ini dari Jawa dan Singapura semakin bertambah. Pada tahun 1879 tercatat 5331 orang sedangkan pada tahun 1909 mencapai 9644 orang.
Mereka yang pulang umumnya lebih sedikit dari yang berangkat. Hal disebabkan karena sebagian menetap di Arab Saudi untuk belajar ilmu agama. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda membuka konsulat di Jeddah pada tahun 1872 untuk mengawasi mereka dari pengaruh Pn-Islamismisme Turki.
Biro Perjalanan Haji
Perjalanan pulang-pergi dari Jawa ke Jeddah dikenakan biaya 180 gulden (Singapura-Jeddah dikenakan ongkos pulang-pergi 100 gulden). Itu belum termasuk pembayaran untuk syekh yang menjadi penunjuk jalan selama di sana. Sebagian jamaah haji Hindia Belanda membayar ongkos sekali jalan karena mereka sudah berniat bermukim di sana selama beberapa tahun.
Ada tiga perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan perjalanan haji: De Rotterdamsche Lloyd, Stoomvaartmatschappij Nederland dan Stoomvaartmatschappij Ocean. Tetapi, di luar ketiga perusahaan itu ada juga biro perjalanan lain yang menyelenggarakan perjalanan haji. Di antaranya adalah Herklots & Co di Jawa dan Assegaf & Co di Singapura. Herklots termasuk biro perjalanan yang sering menelantarkan jamaah. Pemiliknya, Y.G.M. Herklots pernah ditangkap di Jeddah dan dibawa ke Batavia, namun tidak ada bukti untuk menyeretnya ke penjara. Dalam bisnisnya Herklots pintar mendekati pejabat di mana pejabat tersebut akan memaksa orang-orang yang ingin naik haji menggunakan jasa Herklots.
Sedangkan Assegaf lain lagi kelakuannya. Ia memanfaatkan jamaah haji yang kehabisan ongkos untuk pulang ke tanah air. Tapi syaratnya, mereka harus bekerja di perkebunan Assegaf di Johor selama beberapa tahun untuk melunasi utang ongkos tersebut. Assegaf juga tidak segan menipu dengan memberi iming-iming pada buruh-buruh rekrutannya untuk bekerja di Singapura dengan upah naik haji. Ternyata janji itu bualan belaka sehingga muncullah olok-olok “Haji Singapura.”
No comments :
Post a Comment