12.07.2012

Perkawinan Dalam Masyarakat Mesir Kuno

Sebagaimana saat ini, keluarga juga dipandang sangat penting dalam masyarakat Mesir Kuno. Puisi-puisi cinta yang banyak ditemukan sangat mirip dengan puisi cinta modern. Adapun perkawinan dalam masyarakat Mesir Kuno dimulai oleh seorang pria yang mengumumkan niatnya untuk menikah dengan membawa hadiah ke rumah gadis pujaannya, lalu diaturlah hal-hal yang terkait dengan perkawinan. Usia rata-rata bagi seorang gadis untuk menikah adalah tiga belas tahun.
Sebuah perjanjian disusun pada awal pernikahan di mana suami nantinya akan menyerahkan sebagian kekayaannya kepada istri dan anak-anaknya untuk dimiliki mereka jika perceraian terjadi. Istri juga membawa barang-barangnya ke dalam rumah tangganya, namun tetap menjadi miliknya untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Selain itu, istri dan anak-anak dilindungi oleh hukum. Salah satu ketentuan dalam hukum tersebut melarang perpindahan benda-benda berharga kepada orang lain tanpa persetujuan istri dan putra tertuanya.
Pernikahan di Mesir Kuno bersifat monogami. Perceraian memang bisa terjadi, tetapi mesti ditebus dengan harga yang mahal. Salah satu alasan perceraian adalah jika istri berzinah. Selain itu, istri yang berzinah juga bisa dirajam atau dibakar sebagai hukumannya. Namun, tidak jelas apakah hukuman tersebut juga diterapkan untuk suami yang berzinah.
Bagi kaum bangsawan dan keluarga raja, berlaku adat perkawinan yang berbeda. Di kalangan bangsawan dan keluarga raja, punya banyak istri merupakan sesuatu yang lumrah. Seorang firaun, meskipun sudah memiliki permaisuri (ratu), boleh menikah dengan wanita-wanita demi alasan politik. Putra mahkota seringkali menikah dengan putri tertua (kadang-kadang saudara perempuan atau saudara tirinya) yang dilahirkan oleh ratu. Orang-orang Mesir Kuno percaya bahwa putra mahkota adalah hasil perkawinan antara dewa utama dengan ratu. Hal ini melahirkan keyakinan bahwa firaun adalah keturunan para dewa.

No comments :

Post a Comment