11.27.2012

Lukisan Gua: Simbol Kehidupan Prasejarah

Lukisan gua mungkin merupakan bentuk seni paling awal yang telah diciptakan oleh manusia. Beberapa lukisan yang ditemukan mengindikasikan bahwa manusia sudah melukis sejak masa Paleolitik, kurang lebih 30.000 tahun yang lalu. Lukisan gua menceritakan kisah kemajuan dan pembangunan manusia.
Beberapa lukisan awal memang agak kasar. Namun, lukisan-lukisan kemudian berevolusi menjadi lebih hidup dan realistis. Periode puncak dalam sejarah lukisan gua biasa disebut periode Magdalenian. Lukisan Magdalenian telah ditemukan di berbagai tempat di dunia, namun paling banyak ditemukan di Prancis dan Spanyol, terutama di Lascaux (Perancis) dan Gua Altamira (Spanyol). Di Indonesia, lukisan-lukisan gua dapat ditemukan di Papua, Maluku, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara.
Sebagian besar lukisan gua menggambarkan ilustrasi hewan―ataupun bentuk-bentuk supranatural―yang ada selama periode itu. Jarang ditemukan lukisan gua yang menggambarkan figur manusia dan kalaupun ada, bentuknya tak lebih dari sekedar karikatur. Meskipun manusia prasejarah tampak khas dan jelimet dalam menggambarkan binatang liar, namun sketsa-sketsa yang mereka buat membuktikan bahwa mereka juga melihat kehidupan di sekeliling mereka. Memang agak sulit untuk dipahami karena detail hewan yang ditampilkan dalam lukisan gua terkadang begitu besar.
Meskipun banyak yang rusak, keberadaan lukisan prasejarah yang mampu bertahan selama puluhan ribu tahun sangat menarik untuk dikaji. Banyak pertanyaan yang timbul, khususnya tentang alat dan bahan yang digunakan untuk melukis. Alat-alat lukis ketika itu kemungkinan berupa alat-alat kecil dan tajam, seperti batu yang diruncingkan. Sedangkan bahan pewarnanya―yang didominasi warna merah, hitam dan kuning―cukup sulit diungkap. Tetapi yang jelas, bahan-bahan tersebut murni diperoleh dari alam, seperti besi oksida untuk mendapatkan warna merah, oksida mangan untuk menciptakan warna hitam dan tanah liat untuk memberi warna kuning.
Di Indonesia, lukisan gua didominasi warna merah. Bahan pewarna dasar tersebut kemungkinan besar didapat dari hematit atau mineral merah. Tetapi, karena hematit bukanlah pewarna instant siap pakai, maka diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu. Dalam proses tersebut, hematit dicampur dengan bahan-bahan pengikat yang diperoleh dari bahan-bahan alami yang bersifat asam, seperti buah asam dan dan air buah lontar, sehingga warna dapat melekat kuat pada dinding-dinding gua.
Apa yang tergambar pada lukisan gua merupakan sebuah bentuk refleksi dari kehidupan masa itu. Gua bukan hanya tempat berteduh dan beristirahat, tetapi juga menjadi sebuah tempat untuk mengekpresikan perjalanan hidup. Lukisan-lukisan tersebut merupakan perwakilan kata-kata manusia pada masa itu yang ingin disampaikan kepada masyarakatnya. Lebih dari itu, lukisan-lukisan itu diliputi suasana sakral dan religius. Melalui lukisan, seseorang dapat berkomunikasi dengan kekuatan yang lebih tinggi agar apa yang diharapkannya terkabul.
Sama seperti misteri dunia kuno lainnya, lukisan gua juga telah menghadirkan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada manusia modern. Satu fakta menarik adalah lokasi lukisan. Dinding dan lantai gua masih bisa dimengerti, tetapi beberapa lukisan gua juga ditemukan pada langit-langit gua atau di lokasi yang sulit dijangkau tangan manusia. Bagaimana manusia prasejarah mencapai prestasi seperti itu? Untuk membuat lukisan-lukisan itu mereka harus memerlukan semacam perancah dan kerja sama tim. Penemuan sketsa kasar yang diyakini diciptakan oleh junior atau pembantu seniman utama memunculkan dugaan bahwa ada semacam hierarki di antara seniman. Bahkan, mungkin sudah ada semacam sekolah seni.
Fakta lain yang membuat kita tercengang adalah lukisan-lukisan berskala raksasa. Sepintas, ukuran lukisan tersebut terlihat tidak begitu signifikan. Tetapi jika ditinjau dari sudut perspektif, hal ini akan menjadi teka-teki besar. Bagaimana manusia prasejarah mendapatkan perspektif lukisan sementara mereka menciptakannya di dalam gua? Lukisan-lukisan raksasa itupun tak layak jika disebut tanpa rasa proporsi. Bagaimana manusia prasejarah mencapai hal ini?
Akhirnya, teka-teki terakhir adalah pencahayaan. Bagaimana mungkin manusia prasejarah melihat di dalam gua. Memang, api sudah ditemukan. Maka, logika kita bisa berasumsi bahwa harus menyalakan obor untuk menerangi gua saat melukis. Tetapi, tidak ada bukti yang dapat mendukung atau menolak asumsi ini.

No comments :

Post a Comment