10.27.2012

Warga Amerika Berjuang Untuk Indonesia

Pagi, 29 September 1948, sebuah pesawat kargo Douglas DC-3 yang ditumpangi lima awak, satu penumpang, obat-obatan dan 20 kilogram emas lepas landas dari Yogyakarta. Terdaftar sebagai RI002, pesawat tersebut merupakan tulang punggung angkatan udara Republik Indonesia yang sedang berjuang melawan tentara kolonial Belanda. Dalam setahun, Belanda akan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada Republik Indonesia, mengakhiri empat tahun perang kemerdekaan.
Malang tak dapat ditolak, keenam penumpang RI002, termasuk sang kapten, Bobby Freeberg, seorang pemuda 27 tahun yang berasal dari Parsons, Kansas, tidak pernah melihat hasil jerih payah mereka. Beberapa saat setelah lepas landas dari Tanjung Karang, pesawat itu menghilang. Tiga puluh tahun kemudian, dua petani menemukan puing-puing pesawat dan sisa-sisa manusia yang berserakan di sebuah hutan terpencil. Pemerintah Indonesia segera menyatakan lima penumpang berkebangssan Indonesia menjadi pahlawan yang meninggal dalam perjalanan tugas, sedangkan Freeberg diakui sebagai seorang Amerika yang membantu Indonesia memenangkan kemerdekaannya.
Di sisi lain, peristiwa tragis tersebut menyisakan kesangsian dalam keluarga Freeberg. Keponakan Freeberg, Marsha Freeberg Bickham, percaya bahwa pamannya tidak tewas dalam kecelakaan pesawat, melainkan ditangkap dan dipenjarakan Belanda sebelum akhirnya meninggal di pengasingan. Menurut Bickham, tak lama setelah RI002 lenyap, Senator Kansas, Clyde Reed, seorang teman keluarga dari Parsons, mengatakan kepada orang tua Freeberg bahwa anak mereka masih hidup. Senator Reed juga mengatakan bahwa dirinya berusaha untuk membebaskan Freeberg dari penjara. Sayangnya, Senator Reed meninggal karena pneumonia pada tahun 1949.
Freeberg memang dikenal sebagai pilot Amerika yang bekerja untuk Indonesia, namun tak satu pun arsip Belanda yang menunjukkan catatan tentang penangkapannya. Kisah kematian Freeberg pun menyisakan misteri. Salah satu orang tak pernah lelah memecah misteri itu adalah Petit Muharto, teman sekaligus co-pilot Freeberg yang tak ikut dalam penerbangan naas itu. Ia terus berhubungan dengan kelurga Freeberg hingga ajal menjemputnya pada tahun 2000. Lewat dirinya pula Freeberg mengenal Indonesia, Indonesia mengenal Freeberg.
Lahir dari sebuah keluarga Jawa, Petit Muharto adalah seorang mahasiswa kedokteran di Batavia saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Ketika perjuangan kemerdekaan pecah, ia memutuskan untuk bergabung dengan angkatan udara. Masalahnya, Indonesia belum memiliki pesawat ataupun pilot. Jadi, Muharto dikirim ke Singapura dan Manila untuk mencari penerbangan komersial yang bersedia untuk menentang blokade Belanda. Seorang pilot yang bersedia mengambil kesempatan itu adalah Freeberg yang telah meninggalkan Angkatan Laut pada tahun 1946 dan gagal menemukan pekerjaan di penerbangan sipil sepulang dari medan tugas. Kembali ke Filipina, Freeberg kemudian bekerja untuk CALI, sebuah maskapai penerbangan di Manila. Dari pekerjaannya, ia menabung hingga akhirnya bisa membeli pesawat DC-3. Belakangan, ia pun mulai terbang untuk Republik Indonesia dan peswatnya ditunjuk sebagai pesawat RI002. Ia diberitahu bahwa RI001 disediakan untuk pesawat masa depan presiden pertama Indonesia setelah kemerdekaan.
Awalnya, Freeberg memang seorang penerbang sewaan. Ia berencana untuk menghemat uang dan kembali ke Amerika (ia sudah bertunangan dengan seorang perawat yang dikenalnya di Manila). Indonesia menyebutnya sebagai "Bob Sang Pemberani." Tapi, keadaan di Indonesia mengusik emosionalnya, membuatnya mengindentifikasi perkembangan politik di negeri yang menyewanya. Ia menulis surat kepada keluarganya tentang ketidakadilan yang dialami oleh Indonesia di tangan Belanda.
"Sangat menakjubkan melihat rakyat yang percaya pada kebebasan yang dinikmati Amerika (dan) siap untuk memperjuangkan pencapaian pandangan ini."
Bickham mengatakan bahwa Freeberg pergi ke Indonesia karena ia mencintai penerbangan dan tinggal di Indonesia karena ia mengagumi Indonesia. Menurut Bickham, hilangnya Freeberg meninggalkan kesedihan mendalam. Keluarganya jarang membicarakan Freeberg. Mereka juga telah menghabiskan banyak uang demi mendapatkan jawaban, sementara penanggung menolak untuk membayar pesawat Freeberg yang hilang. Dan, tunangan Freeberg meninggal tahun 2009 tanpa pernah menikah. "Keponakannya mengatakan kepada saya bahwa ia meminta Bobby di tempat tidur kematiannya," tulis Bickham dalam email tentang tunangan Freeberg.
Bickham selalu ingin tahu tentang hilangnya sang paman. Sebelum ayahnya meninggal pada Januari 2009, ia memberi Bickham sekitar 200 surat Freeberg dan menyuruh Bickham tetap untuk mencari tahu nasib Freeberg.
referensi

No comments:

Post a Comment