Sepanjang sejarah, manusia telah menggunakan berbagai jenis bahan untuk melindungi diri dalam situasi berbahaya, khususnya dalam suatu pertempuran. Pakaian pelindung dan perisai pertama terbuat dari kulit binatang. Ketika peradaban semakin maju, perisai kayu kemudian mulai digunakan. Akhirnya, logam juga digunakan sebagai perisai tubuh (baju zirah). Namun, penemuan senjata api sekitar tahun 1500 membuat perisai logam menjadi tidak efektif lagi. Maka, manusia kembali melakukan inovasi hingga muncullah pakaian-pakaian pelindung yang lebih efektif untuk menghadapi senjata api.
Pada abad pertengahan, Jepang tercatat sebagai salah satu pengguna pelindung tubuh berbahan lembut yang terbuat dari sutra. Menjelang akhir abad 19, militer Amerika Serikat menjelajahi kemungkinan untuk menggunakan pelindung tubuh yang juga terbuat dari sutra. Proyek tersebut bahkan menarik perhatian kongres setelah pembunuhan Presiden William McKinley pada tahun 1901. Terbukti efektif untuk melawan peluru berkecepatan rendah [400 kaki per detik], pakaian pelindung semacam itu ternyata cukup melindungi saat berhadapan dengan amunisi generasi baru yang berkecepatan lebih dari 600 kaki per detik. Pakaian pelindung yang terbuat dari sutra itu konon juga dikenakan oleh Archduke Francis Ferdinand ketika ia tewas tertembak.
Pada 1919, US Patent dan Trademark Office mencatat desain berbagai tipe rompi anti peluru dan pakaian pelindung tubuh. Salah satunya didemonstrasikan pada aparat penegak hukum pada tanggal 2 April 1931 dalam Evening Star di mana rompi anti peluru tersebut ditunjukkan kepada anggota Metropolitan Police Department.
Rompi anti balistik berikutnya diperkenalkan semasa Perang Dunia II. Flak jacket [gambar atas] atau jaket antipeluru tersebut terbuat dari nilon balistik. Dapat memberikan perlindungan terutama terhadap ancaman fragmen amunisi, namun tidak efektif kala menghadapi ancaman pistol dan senapan. Jaket antipeluru tersebut juga sangat rumit dan besar.
Tidak sampai tahun 1960an ditemukanlah serat baru. National Institute of Justice [NIJ] memulai sebuah program penelitian untuk menyelidiki pengembangan pelindung tubuh ringan yang bisa dipakai polisi secara full time. Penyelidikan berhasil mengidentifikasi bahan baru yang dapat ditenun menjadi kain ringan dengan sifat tahan balistik.
Pada 1970an, salah satu prestasi yang paling signifikan dalam pengembangan pelindung tubuh adalah penemuan kevlar. Ironisnya, kain ini awalnya dimaksudkan untuk menggantikan sabuk baja di ban kendaraan.
NIJ mengembangan kevlar melalui empat fase yang terjadi selama beberapa tahun. Tahap pertama melibatkan pengujian bahan kevlar untuk menentukan apakah itu bisa menghentikan peluru timah. Tahap kedua untuk menentukan jumlah lapisan bahan yang diperlukan untuk mencegah penetrasi peluru dari berbagai kecepatan dan kaliber. Lalu, mengembangkan prototipe rompi yang akan melindungi petugas dari ancaman yang paling umum: peluru 38 Special dan 22 Long Riffle.
Tahun 1973, para peneliti di Army's Edgewood Arsenal bertanggung jawab atas desain rompi anti peluru telah mengembangkan sebuah pakaian yang terbuat dari tujuh lapisan kain Kevlar untuk digunakan dalam uji lapangan. Selanjutnya ditemukan bahwa kemampuan Kevlar menurun ketika basah ataupun saat terpapar sinar ultraviolet [termasuk sinar matahari]. Pencucian berulang-ulang juga dapat mengurangi kemapuan anti balistiknya. Sebagai solusi, rompi Kevlar dirancang agar tahan air dan dilengkapi kain penutup untuk mencegah paparan sinar matahari ataupun unsur-unsur lain yang dapat menurunkan kemampuannya.
Ketika peluru dihentikan oleh kain fleksibel, dampak dan trauma akibat peluru akan meninggalkan memar dan, yang paling buruk, bisa membunuh dengan merusak organ kritis. Selanjutnya, para ilmuwan militer yang merancang tes untuk menentukan efek trauma tumpul, luka yang diciptakan oleh dampak peluru terhadap pakaian pelindung. Sebuah produk sampingan dari penelitian ini adalah peningkatan tes gas darah untuk mengetahui sejauh mana paru-paru tertimpa cedera.
Tahap penelitian berikutnya adalah memantau daya tahan dan efektivitas rompi anti peluru. Tes awal yang dilakukan di tiga kota menetapkan bahwa rompi itu layak pakai: tidak menyebabkan tekanan pada batang tubuh dan tidak membatasi gerakan tubuh polisi. Pada tahun 1975, tes lapangan terhadap rompi Kevlar dilakukan secara luas, dengan melibatkan 15 departemen kepolisian kota 5.000 rompi anti peluru, termasuk 800 rompi yang dibeli dari sumber komersial. Di antara faktor-faktor yang dievaluasi adalah kenyamanan ketika dipakai untuk satu hari kerja penuh, kemampuan beradaptasi dengan temperatur yang ekstrem dan daya tahan melalui periode panjang penggunaan. Proyek demonstrasi rompi yang dikeluarkan oleh NIJ dirancang untuk menjamin 95 persen kemungkinan untuk bertahan hidup setelah dihantam peluru kaliber 38 pada kecepatan 800 kaki per detik. Selain itu, diteliti pula probabilitas pembedahan jika terkena proyektil itu harus 10 persen atau kurang.
Sebuah laporan final yang dirilis pada tahun 1976 menyimpulkan bahwa materi balistik baru dapat meningkatkan kemampuan pakaian tahan peluru yang ringan dan dapat dipakai untuk penuh waktu. Industri swasta dengan cepat potensi pasar pelindung tubuh generasi baru tersebut.
Catatan:
Kevlar disintesis pertama kali pada tahun 1964 oleh Stephanie Kwolek di laboratorium Dupont di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat. Kwolek lahir di New Kensington, Pennsylvania pada tahun 1923. Sebagai seorang anak ia ingin menjadi seorang dokter, tetapi juga sangat tertarik dalam ilmu pengetahuan. Ia menghadiri kuliah perempuan yang membentuk bagian dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh dan memperoleh Bsc bidang Kimia pada tahun 1946. Karena kurangnya dana untuk program medical ia mengambil posisi penelitian di laboratorium serat tekstil Dupont di Buffalo, New York. Tahun 1950 ia pindah ke Laboratorium Penelitian baru di Wilmington, Delaware. Di sini ia mengkhususkan diri dalam proses suhu rendah untuk pembuatan polimer kondensasi, mencoba untuk membuat serat minyak bumi yang sangat kaku dan kuat berbasis fiber. Kesuksesan awalnya, termasuk Kapton yang dipatenkan dan serat aramid Nomex, serta menganjurkan penelitian polimer kristal cair yang menyebabkan penciptaan monomer murni pertama yang digunakan untuk mensintesis polybenzamide. Ia mengambil beberapa intermediet dari proses-proses yang biasanya terlalu labil dan menciptakan pelarut yang cocok, yang memungkinkan bagi polimerisasi suhu rendah. Ketika ditempatkan dalam kondisi seperti itu monomer membentuk zat cair berawan, kontras dengan polimer yang ditemukan sebelumnya yang biasanya berbentuk jernih dan kental. Namun, Kwolek merasa bahwa zat ini bisa dipintal menjadi serat. Produknya berupa serat yang sangat kuat dan kaku. Polimer baru menjadi salah satu prototipe dari Kevlar pada tahun 1965.
referensi: inventors&chm
Pada abad pertengahan, Jepang tercatat sebagai salah satu pengguna pelindung tubuh berbahan lembut yang terbuat dari sutra. Menjelang akhir abad 19, militer Amerika Serikat menjelajahi kemungkinan untuk menggunakan pelindung tubuh yang juga terbuat dari sutra. Proyek tersebut bahkan menarik perhatian kongres setelah pembunuhan Presiden William McKinley pada tahun 1901. Terbukti efektif untuk melawan peluru berkecepatan rendah [400 kaki per detik], pakaian pelindung semacam itu ternyata cukup melindungi saat berhadapan dengan amunisi generasi baru yang berkecepatan lebih dari 600 kaki per detik. Pakaian pelindung yang terbuat dari sutra itu konon juga dikenakan oleh Archduke Francis Ferdinand ketika ia tewas tertembak.
Pada 1919, US Patent dan Trademark Office mencatat desain berbagai tipe rompi anti peluru dan pakaian pelindung tubuh. Salah satunya didemonstrasikan pada aparat penegak hukum pada tanggal 2 April 1931 dalam Evening Star di mana rompi anti peluru tersebut ditunjukkan kepada anggota Metropolitan Police Department.
Rompi anti balistik berikutnya diperkenalkan semasa Perang Dunia II. Flak jacket [gambar atas] atau jaket antipeluru tersebut terbuat dari nilon balistik. Dapat memberikan perlindungan terutama terhadap ancaman fragmen amunisi, namun tidak efektif kala menghadapi ancaman pistol dan senapan. Jaket antipeluru tersebut juga sangat rumit dan besar.
Tidak sampai tahun 1960an ditemukanlah serat baru. National Institute of Justice [NIJ] memulai sebuah program penelitian untuk menyelidiki pengembangan pelindung tubuh ringan yang bisa dipakai polisi secara full time. Penyelidikan berhasil mengidentifikasi bahan baru yang dapat ditenun menjadi kain ringan dengan sifat tahan balistik.
Pada 1970an, salah satu prestasi yang paling signifikan dalam pengembangan pelindung tubuh adalah penemuan kevlar. Ironisnya, kain ini awalnya dimaksudkan untuk menggantikan sabuk baja di ban kendaraan.
NIJ mengembangan kevlar melalui empat fase yang terjadi selama beberapa tahun. Tahap pertama melibatkan pengujian bahan kevlar untuk menentukan apakah itu bisa menghentikan peluru timah. Tahap kedua untuk menentukan jumlah lapisan bahan yang diperlukan untuk mencegah penetrasi peluru dari berbagai kecepatan dan kaliber. Lalu, mengembangkan prototipe rompi yang akan melindungi petugas dari ancaman yang paling umum: peluru 38 Special dan 22 Long Riffle.
Tahun 1973, para peneliti di Army's Edgewood Arsenal bertanggung jawab atas desain rompi anti peluru telah mengembangkan sebuah pakaian yang terbuat dari tujuh lapisan kain Kevlar untuk digunakan dalam uji lapangan. Selanjutnya ditemukan bahwa kemampuan Kevlar menurun ketika basah ataupun saat terpapar sinar ultraviolet [termasuk sinar matahari]. Pencucian berulang-ulang juga dapat mengurangi kemapuan anti balistiknya. Sebagai solusi, rompi Kevlar dirancang agar tahan air dan dilengkapi kain penutup untuk mencegah paparan sinar matahari ataupun unsur-unsur lain yang dapat menurunkan kemampuannya.
Ketika peluru dihentikan oleh kain fleksibel, dampak dan trauma akibat peluru akan meninggalkan memar dan, yang paling buruk, bisa membunuh dengan merusak organ kritis. Selanjutnya, para ilmuwan militer yang merancang tes untuk menentukan efek trauma tumpul, luka yang diciptakan oleh dampak peluru terhadap pakaian pelindung. Sebuah produk sampingan dari penelitian ini adalah peningkatan tes gas darah untuk mengetahui sejauh mana paru-paru tertimpa cedera.
Tahap penelitian berikutnya adalah memantau daya tahan dan efektivitas rompi anti peluru. Tes awal yang dilakukan di tiga kota menetapkan bahwa rompi itu layak pakai: tidak menyebabkan tekanan pada batang tubuh dan tidak membatasi gerakan tubuh polisi. Pada tahun 1975, tes lapangan terhadap rompi Kevlar dilakukan secara luas, dengan melibatkan 15 departemen kepolisian kota 5.000 rompi anti peluru, termasuk 800 rompi yang dibeli dari sumber komersial. Di antara faktor-faktor yang dievaluasi adalah kenyamanan ketika dipakai untuk satu hari kerja penuh, kemampuan beradaptasi dengan temperatur yang ekstrem dan daya tahan melalui periode panjang penggunaan. Proyek demonstrasi rompi yang dikeluarkan oleh NIJ dirancang untuk menjamin 95 persen kemungkinan untuk bertahan hidup setelah dihantam peluru kaliber 38 pada kecepatan 800 kaki per detik. Selain itu, diteliti pula probabilitas pembedahan jika terkena proyektil itu harus 10 persen atau kurang.
Sebuah laporan final yang dirilis pada tahun 1976 menyimpulkan bahwa materi balistik baru dapat meningkatkan kemampuan pakaian tahan peluru yang ringan dan dapat dipakai untuk penuh waktu. Industri swasta dengan cepat potensi pasar pelindung tubuh generasi baru tersebut.
Catatan:
Kevlar disintesis pertama kali pada tahun 1964 oleh Stephanie Kwolek di laboratorium Dupont di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat. Kwolek lahir di New Kensington, Pennsylvania pada tahun 1923. Sebagai seorang anak ia ingin menjadi seorang dokter, tetapi juga sangat tertarik dalam ilmu pengetahuan. Ia menghadiri kuliah perempuan yang membentuk bagian dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh dan memperoleh Bsc bidang Kimia pada tahun 1946. Karena kurangnya dana untuk program medical ia mengambil posisi penelitian di laboratorium serat tekstil Dupont di Buffalo, New York. Tahun 1950 ia pindah ke Laboratorium Penelitian baru di Wilmington, Delaware. Di sini ia mengkhususkan diri dalam proses suhu rendah untuk pembuatan polimer kondensasi, mencoba untuk membuat serat minyak bumi yang sangat kaku dan kuat berbasis fiber. Kesuksesan awalnya, termasuk Kapton yang dipatenkan dan serat aramid Nomex, serta menganjurkan penelitian polimer kristal cair yang menyebabkan penciptaan monomer murni pertama yang digunakan untuk mensintesis polybenzamide. Ia mengambil beberapa intermediet dari proses-proses yang biasanya terlalu labil dan menciptakan pelarut yang cocok, yang memungkinkan bagi polimerisasi suhu rendah. Ketika ditempatkan dalam kondisi seperti itu monomer membentuk zat cair berawan, kontras dengan polimer yang ditemukan sebelumnya yang biasanya berbentuk jernih dan kental. Namun, Kwolek merasa bahwa zat ini bisa dipintal menjadi serat. Produknya berupa serat yang sangat kuat dan kaku. Polimer baru menjadi salah satu prototipe dari Kevlar pada tahun 1965.
referensi: inventors&chm
No comments :
Post a Comment