Nama Lamuri telah dikenal pada awal-awal penyebaran Islam dan cukup diperhitungkan mengingat hasil alamnya yang sangat penting dan amat laku di pasaran internasional. Informasi awal tentang Lamuri dapat dijumpai dalam buku Ma Huan, Ying-yai Sheng-lan, yang menyebut-nyebut tempat bernama Lam Poli. Selanjutnya, Negarakertagama mengatakan bahwa Lamuri merupakan sebuah negeri taklukan Majapahit. Nama Lamuri juga disebut dalam prasasti Tanjore (1030). Selain itu, catatan lain menunjukkan jika Lamuri juga disebut sebagai Rami atau Ramni (Abu Zaid Hasan) dan Lambri (Tome Pires).
Berdasarkan temuan arkeologis dan studi geologi, Edwards Mc Kinnon yang menulis kepopulerar Lambri sebagaimana disebut oleh Tome Pires, memperkirakan jika Lambri terletak di Lambaro, di daratan Kuala Pancu, berdekatan dengan Lhok Lambaro. Dari Lambaro inilah Mc Kinnon menduga terjadi pergeseran ucapan dari Lambaro menjadi Lambri.
Lain halnya dengan Codier yang berpendapat bahwa Lambri dekat dengan Aceh. Codier memperkirakan Lambri berada di suatu tempat yang bernama Lamreh di dekat Tungkup. Pendapat ini kemungkinan lebih tepat mengingat dalam bahasa-bahasa Nusantara huruf vocal i, e, u dan o seringkali mengalami pergeseran artikulasi. Oleh karena itu, Lamreh lebih mungkin bergeser menjadi Lambri atau Lamuri. Sekarang, daerah yang disebut Lamreh tersebut menjadi bagian dari Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Di Lamreh inilah dapat dijumpai beberapa peninggalan sejarah, di antaranya Benteng Indrapatra, Benteng Kuta Lubuk dan Benteng Inong Balee (Benteng Malahayati). Peninggalan lainnya berupa nisan-nisan berbentuk unik yang berlokasi di ketinggian bukit antara Benteng Kuta Lubuk dan Benteng Inong Balee.berdasarkan kebiasaan penduduk setempat, nisan-nisan itu disebut nisan Plakpling. Nisan Plakpling kemungkinan merupakan bentuk peralihan dari praIslam ke Islam. Beberapa peneliti sependapat jika nisan Plakpling digunakan pada makam orang-orang ternama atau ulama Aceh yang berasal dari abad XVI atau lebih awal. Salah satu nisan bahkan berangka tahun 680 H (1211 M).
Nisan-nisan tipe ini banyak tersebar di hampir semua tempat di Aceh. Bentuknya cukup unik karena menyerupai lingga ataupun menhir dan dilengkapi pola hias berupa pahatan flora, geometris dan kaligrafi. Nisan-nisan tersebut merupakan kelanjutan atau bersumber pada tradisi prasejarah dan klasik. Berikut ini beberapa contoh nisan Plakpling yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Besar.
Terletak di dalam Benteng Kuta Lubuk. Tingginya sekitar 80 cm. Badan bagian bawah berbentuk persegi empat berukuran 20 cm. Tiap sisi terdapat panil yang berisi hiasan berupa kaligrafi maupun motif sulur-suluran. Badan bagian atas mengerucut (piramid). Pada setiap sisi terdapat ukiran dengan motif sulur-suluran bungong awan (awan, sulur atau hiasan) di keempat sisi bergaya cukup meriah, sedangkan atapnya meruncing tanpa hiasan.
Nisan 2
Badan bagian bawah berbentuk persegiempat dengan sisi-sisinya yang tidak tajam dan tidak terdapat hiasan. Badan bagian atas dibatasi oleh pelipit, berbentuk persegiempat polos. Kepalanya dibatasi oleh pelipit, semakin ke atas semakin mengecil dan polos. Dan, atap persegiempat, semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 3
Dasar: polos, berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian di atasnya. Dipahat kasar, berkaitan peletakannya, di dasar tanah/tertanam. Bahan baku yang digunakan berkualitas kurang baik, mengakibatkan pembentukannya menjadi kurang sempurna dan gampang pecah. Badan bagian bawah: polos dengan pahatan lebih rapi dibandingkan bagian bawahnya/dasar. Badan bagian atas: terdapat panil berisi ukiran dengan motif bungong awan, demikian juga dengan sisi yang lain. Atap/kepala: berbentuk oval, horisontal.
Nisan 4
Yang tampak adalah bagian badan atas dan atap/kepala, adapun bagian lain tertanam dalam tanah. Nisan terbuat dari batuan yang rapuh sehingga sebagian hiasannya aus. Badan bagian atas: hiasan terdapat pada keempat sisinya. Di tiap sisi terdapat panil yang membatasi masing-masing hiasan. Pola hias yang digunakan adalah sulur-suluran sederhana pada keempat sisinya. Kepala: berbentuk bawang, polos. Atap/puncak: sebagian telah pecah, semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 5
Kondisinya relatif utuh, terbuat dari jenis batuan andesit, dihias dengan motif sederhana namun cukup menarik. Tinggi keseluruhan nisan diperkirakan sekitar 85 cm. Dasar: merupakan bagian yang tertanam di dalam tanah, dibentuk namun kasar. Badan bagian bawah: bentuk yang membatasinya dari bagian dasar. Badan bagian bawah merupakan kubus dengan ukuran lebar sekitar 20 cm. Pada tiap-tiap sisi terdapat panil, dimana panil tersebut dibagi menjadi tiga. Pada masing-masing panil, pada keempat sisinya terdapat kaligrafi.
Badan bagian atas: dihiasi dengan empat susun ukiran dengan motif bungong awan si tangke dan bungong glimo (bunga buah delima). Ukiran dengan motif tersebut di atas juga terdapat pada sisi-sisi lainnya. Di bagian sudut ukiran dibuat menembus pada sisi lainnya sehingga pada bagian sudut hiasan tampak menyatu. Makin ke atas nisan makin mengecil. Kepala: berbentuk bawang dengan sisi persegiempat. Atap: berbentuk piramid semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 6
Fragmentaris, yang tersisa hanya badan bagian atas dan atap/kepala. Badan bagian atas: di tiap-tiap sudut terdapat panil. Di dalamnya terdapat hiasan berupa bungong awan dan keupula/seuleupo (tanjung / corak bunga yang lain). Ukiran tersebut merambat sampai ke bagian atas. Di bagian atas nisan semakin mengecil. Atap/puncak: persegiempat dan semakin ke atas makin mengecil.
Nisan 7
Berbahan dasar batuan andesit.Dasar: dipahat tidak rapi, mengingat keletakannya berada di dalam tanah. Sebagai pembatas dari bagian bawah terdapat pelipit.Badan bagian bawah: dibatasi oleh pelipit dari bagian dasarnya. Ketebalan tiap-tiap sisi 20 cm. Terdapat panil di tiap-tiap sisi. Dua sisi yang bertolak belakang panil dihiasi dengan ukiran bermotif bungong keupula (tanjung/lotus) atau bunga teratai yang sedang mekar, dua sisi lainnya dihiasi dengan motif bungong keupula yang sedang kuncup .Badan bagian atas: terdapat hiasan dengan motif hias berupa bungong awan sambung-menyambung sebanyak tiga susun. Atap: dibatasi pelipit berbentuk bawang.
Nisan 8
Berbahan batuan kapur, berwarna putih kekuningan. Dasar: dikerjakan tidak rapi mengingat posisinya tertanam dalam tanah. Membatasi dengan bagian badan terdapat dua lapis pelipit. Badan bagian bawah: terdapat panil pada keempat sisinya yang masing-masing berisi kaligrafi. Kaligrafi dalam kondisi telah aus sehingga menyulitkan pembacaan. Badan bagian atas: terdapat panil yang di dalamnya berisi hiasan berupa bungong awan tersusun sebanyak tiga tingkat sampai ke bagian atas. Kepala / atap: berbentuk oval, horisontal. Bagian atas / atap berbentuk bawang, semakin ke atas makin mengecil.
Nisan 9
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Bagian bawah nisan persegi empat berukuran, lebar 14 cm, dengan ketinggian hanya sekitar 20 cm. Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif berupa bungong awan pada dua sisi, sedang dua sisi yang lain dihiasi dengan motif bungong keupula (teratai yang mekar). Pada bagian atas pecah sehingga tidak diketahui motif hiasnya.
Nisan 10
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Fragmen nisan ini berbentuk persegi empat dengan lebar tiap sisi 12 cm. Adapun tinggi nisan dari permukaan tanah hanya sekitar 20 cm. Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif bungong awan, bungon keupula serta motif-motif geometris lain yang tidak diketahui karena kondisinya telah aus. Motif-motif hias ini dibatasi dengan pelipit/panil, sedangkan di bagian atasnya masih terdapat motif hias berupa sulur yang kondisinya agak aus.
Nisan 11
Kondisi nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Yang tampak di permukaan adalah sebagian dasarnya, badan bagian bawah dan badan bagian atas. Dasar: merupakan sebagian potongan. Berukuran lebih lebar dibandingkan bagian atasnya dan dipahat tidak rapi, karena keletakannya tertanam dalam tanah. Badan bagian bawah: persegiempat. Berukuran lebar tiap sisi sekitar 14 cm. Di bagian bawah tiap sisi terdapat panil dengan tinggi sekitar 12 cm. Pada masing-masing panil terdapat ukiran dengan motif hias berupa flora. Badan bagian atas: berada pada panil berikutnya. Motif hias yang tampak hanya sebagian dengan motif hias berupa bungong awan, bungong puta taloe dua (pilinan dua utas tali) dan bungong seuleupo.
Nisan 12
Nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Bagian atasnya bahkan tampak telah patah. Dasar: relatif utuh, walaupun sebagian terbenam dalam tanah. Menilik ukurannya, bagian dasar nisan berukuran lebih besar dibandingkan bagian badannya, dengan pahatan yang tidak rapi. Badan bagian bawah: persegiempat, terdapat bidang yang dibatasi oleh panil di keempat sisi, berukuran lebar 14 cm dan tinggi 12 cm. Pada panil-panil itu terdapat hiasan berupa sulur-suluran yang agak aus. Badan bagian atas: dibatasi juga dengan panil-panil di keempat sisi. Di bagian ini tampak ukuran nisan semakin mengerucut. Kemungkinan bagian ini dibatasi juga dengan panil-panil. Motif hias yang digunakan tidak diketahui, kemungkinan bungong awan dipadukan dengan bungong seuleupo. Atap / kepala: kondisinya telah patah dan bagian patahannya terletak tidak jauh dari bagian nisan tersebut. Pola hias dan bentuk yang digunakan tidak diketahui.
Salah satu penyebab munculnya nisan plakpling adalah karena latar belakang sejarah budaya nusantara yang permisif terhadap unsur luar, meski harus melewati pengolahan, sebagai sebuah bentuk adaptasi dan seleksi.
refrensi:
balarmedan
jurnal.pdii.lipi
Lain halnya dengan Codier yang berpendapat bahwa Lambri dekat dengan Aceh. Codier memperkirakan Lambri berada di suatu tempat yang bernama Lamreh di dekat Tungkup. Pendapat ini kemungkinan lebih tepat mengingat dalam bahasa-bahasa Nusantara huruf vocal i, e, u dan o seringkali mengalami pergeseran artikulasi. Oleh karena itu, Lamreh lebih mungkin bergeser menjadi Lambri atau Lamuri. Sekarang, daerah yang disebut Lamreh tersebut menjadi bagian dari Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Di Lamreh inilah dapat dijumpai beberapa peninggalan sejarah, di antaranya Benteng Indrapatra, Benteng Kuta Lubuk dan Benteng Inong Balee (Benteng Malahayati). Peninggalan lainnya berupa nisan-nisan berbentuk unik yang berlokasi di ketinggian bukit antara Benteng Kuta Lubuk dan Benteng Inong Balee.berdasarkan kebiasaan penduduk setempat, nisan-nisan itu disebut nisan Plakpling. Nisan Plakpling kemungkinan merupakan bentuk peralihan dari praIslam ke Islam. Beberapa peneliti sependapat jika nisan Plakpling digunakan pada makam orang-orang ternama atau ulama Aceh yang berasal dari abad XVI atau lebih awal. Salah satu nisan bahkan berangka tahun 680 H (1211 M).
Nisan-nisan tipe ini banyak tersebar di hampir semua tempat di Aceh. Bentuknya cukup unik karena menyerupai lingga ataupun menhir dan dilengkapi pola hias berupa pahatan flora, geometris dan kaligrafi. Nisan-nisan tersebut merupakan kelanjutan atau bersumber pada tradisi prasejarah dan klasik. Berikut ini beberapa contoh nisan Plakpling yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Besar.
- Nisan di kompleks makam Ratu Nahrisyah
- Nisan di Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar
Terletak di dalam Benteng Kuta Lubuk. Tingginya sekitar 80 cm. Badan bagian bawah berbentuk persegi empat berukuran 20 cm. Tiap sisi terdapat panil yang berisi hiasan berupa kaligrafi maupun motif sulur-suluran. Badan bagian atas mengerucut (piramid). Pada setiap sisi terdapat ukiran dengan motif sulur-suluran bungong awan (awan, sulur atau hiasan) di keempat sisi bergaya cukup meriah, sedangkan atapnya meruncing tanpa hiasan.
Nisan 2
Badan bagian bawah berbentuk persegiempat dengan sisi-sisinya yang tidak tajam dan tidak terdapat hiasan. Badan bagian atas dibatasi oleh pelipit, berbentuk persegiempat polos. Kepalanya dibatasi oleh pelipit, semakin ke atas semakin mengecil dan polos. Dan, atap persegiempat, semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 3
Dasar: polos, berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian di atasnya. Dipahat kasar, berkaitan peletakannya, di dasar tanah/tertanam. Bahan baku yang digunakan berkualitas kurang baik, mengakibatkan pembentukannya menjadi kurang sempurna dan gampang pecah. Badan bagian bawah: polos dengan pahatan lebih rapi dibandingkan bagian bawahnya/dasar. Badan bagian atas: terdapat panil berisi ukiran dengan motif bungong awan, demikian juga dengan sisi yang lain. Atap/kepala: berbentuk oval, horisontal.
Nisan 4
Yang tampak adalah bagian badan atas dan atap/kepala, adapun bagian lain tertanam dalam tanah. Nisan terbuat dari batuan yang rapuh sehingga sebagian hiasannya aus. Badan bagian atas: hiasan terdapat pada keempat sisinya. Di tiap sisi terdapat panil yang membatasi masing-masing hiasan. Pola hias yang digunakan adalah sulur-suluran sederhana pada keempat sisinya. Kepala: berbentuk bawang, polos. Atap/puncak: sebagian telah pecah, semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 5
Kondisinya relatif utuh, terbuat dari jenis batuan andesit, dihias dengan motif sederhana namun cukup menarik. Tinggi keseluruhan nisan diperkirakan sekitar 85 cm. Dasar: merupakan bagian yang tertanam di dalam tanah, dibentuk namun kasar. Badan bagian bawah: bentuk yang membatasinya dari bagian dasar. Badan bagian bawah merupakan kubus dengan ukuran lebar sekitar 20 cm. Pada tiap-tiap sisi terdapat panil, dimana panil tersebut dibagi menjadi tiga. Pada masing-masing panil, pada keempat sisinya terdapat kaligrafi.
Badan bagian atas: dihiasi dengan empat susun ukiran dengan motif bungong awan si tangke dan bungong glimo (bunga buah delima). Ukiran dengan motif tersebut di atas juga terdapat pada sisi-sisi lainnya. Di bagian sudut ukiran dibuat menembus pada sisi lainnya sehingga pada bagian sudut hiasan tampak menyatu. Makin ke atas nisan makin mengecil. Kepala: berbentuk bawang dengan sisi persegiempat. Atap: berbentuk piramid semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 6
Fragmentaris, yang tersisa hanya badan bagian atas dan atap/kepala. Badan bagian atas: di tiap-tiap sudut terdapat panil. Di dalamnya terdapat hiasan berupa bungong awan dan keupula/seuleupo (tanjung / corak bunga yang lain). Ukiran tersebut merambat sampai ke bagian atas. Di bagian atas nisan semakin mengecil. Atap/puncak: persegiempat dan semakin ke atas makin mengecil.
Nisan 7
Berbahan dasar batuan andesit.Dasar: dipahat tidak rapi, mengingat keletakannya berada di dalam tanah. Sebagai pembatas dari bagian bawah terdapat pelipit.Badan bagian bawah: dibatasi oleh pelipit dari bagian dasarnya. Ketebalan tiap-tiap sisi 20 cm. Terdapat panil di tiap-tiap sisi. Dua sisi yang bertolak belakang panil dihiasi dengan ukiran bermotif bungong keupula (tanjung/lotus) atau bunga teratai yang sedang mekar, dua sisi lainnya dihiasi dengan motif bungong keupula yang sedang kuncup .Badan bagian atas: terdapat hiasan dengan motif hias berupa bungong awan sambung-menyambung sebanyak tiga susun. Atap: dibatasi pelipit berbentuk bawang.
Nisan 8
Berbahan batuan kapur, berwarna putih kekuningan. Dasar: dikerjakan tidak rapi mengingat posisinya tertanam dalam tanah. Membatasi dengan bagian badan terdapat dua lapis pelipit. Badan bagian bawah: terdapat panil pada keempat sisinya yang masing-masing berisi kaligrafi. Kaligrafi dalam kondisi telah aus sehingga menyulitkan pembacaan. Badan bagian atas: terdapat panil yang di dalamnya berisi hiasan berupa bungong awan tersusun sebanyak tiga tingkat sampai ke bagian atas. Kepala / atap: berbentuk oval, horisontal. Bagian atas / atap berbentuk bawang, semakin ke atas makin mengecil.
Nisan 9
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Bagian bawah nisan persegi empat berukuran, lebar 14 cm, dengan ketinggian hanya sekitar 20 cm. Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif berupa bungong awan pada dua sisi, sedang dua sisi yang lain dihiasi dengan motif bungong keupula (teratai yang mekar). Pada bagian atas pecah sehingga tidak diketahui motif hiasnya.
Nisan 10
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Fragmen nisan ini berbentuk persegi empat dengan lebar tiap sisi 12 cm. Adapun tinggi nisan dari permukaan tanah hanya sekitar 20 cm. Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif bungong awan, bungon keupula serta motif-motif geometris lain yang tidak diketahui karena kondisinya telah aus. Motif-motif hias ini dibatasi dengan pelipit/panil, sedangkan di bagian atasnya masih terdapat motif hias berupa sulur yang kondisinya agak aus.
Nisan 11
Kondisi nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Yang tampak di permukaan adalah sebagian dasarnya, badan bagian bawah dan badan bagian atas. Dasar: merupakan sebagian potongan. Berukuran lebih lebar dibandingkan bagian atasnya dan dipahat tidak rapi, karena keletakannya tertanam dalam tanah. Badan bagian bawah: persegiempat. Berukuran lebar tiap sisi sekitar 14 cm. Di bagian bawah tiap sisi terdapat panil dengan tinggi sekitar 12 cm. Pada masing-masing panil terdapat ukiran dengan motif hias berupa flora. Badan bagian atas: berada pada panil berikutnya. Motif hias yang tampak hanya sebagian dengan motif hias berupa bungong awan, bungong puta taloe dua (pilinan dua utas tali) dan bungong seuleupo.
Nisan 12
Nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Bagian atasnya bahkan tampak telah patah. Dasar: relatif utuh, walaupun sebagian terbenam dalam tanah. Menilik ukurannya, bagian dasar nisan berukuran lebih besar dibandingkan bagian badannya, dengan pahatan yang tidak rapi. Badan bagian bawah: persegiempat, terdapat bidang yang dibatasi oleh panil di keempat sisi, berukuran lebar 14 cm dan tinggi 12 cm. Pada panil-panil itu terdapat hiasan berupa sulur-suluran yang agak aus. Badan bagian atas: dibatasi juga dengan panil-panil di keempat sisi. Di bagian ini tampak ukuran nisan semakin mengerucut. Kemungkinan bagian ini dibatasi juga dengan panil-panil. Motif hias yang digunakan tidak diketahui, kemungkinan bungong awan dipadukan dengan bungong seuleupo. Atap / kepala: kondisinya telah patah dan bagian patahannya terletak tidak jauh dari bagian nisan tersebut. Pola hias dan bentuk yang digunakan tidak diketahui.
Salah satu penyebab munculnya nisan plakpling adalah karena latar belakang sejarah budaya nusantara yang permisif terhadap unsur luar, meski harus melewati pengolahan, sebagai sebuah bentuk adaptasi dan seleksi.
refrensi:
balarmedan
jurnal.pdii.lipi
No comments:
Post a Comment