Untuk mengetahui sejarah perjudian kita dapat menelusurinya melalui ritual-ritual religi dalam masyarakat prasejarah. Ritual tersebut memiliki tujuan untuk meramalkan masa depan atau menjelaskan apa yang di luar pemahaman manusia. Di dalamnya terdapat prosedur sederhana di mana benda-benda kecil, seperti kerikil, tongkat, kacang-kacangan, panah dan sebagainya, dilemparkan dari telapak tangan atau wadah. Hasilnya kemudian diperiksa untuk melihat apakah jumlah objek yang jatuh ke tanah ganjil atau genap. Genap biasanya diartikan sebagai hasil yang positif, sedangkan ganjil berarti negatif.
Langkah berikutnya, ritual tersebut mengalami evolusi yang salah satunya berupa pengorbanan partisipan untuk mendorong agar takdir atau para dewa memberikan tanda-tanda positif dan bantuan. Pengorbanan tersebut merupakan taruhan personal pertama yang melibatkan para pemainnya. Soal bagaimana hasilnya, mereka menyerahkan sepenuhnya pada nasib saja. Prosedur berbasis peluang atau nasib-nasiban ini kemudian meluas ke setiap sendi kehidupan sehari-hari. Perjudian yang semula sebagai ritual keagamaan kemudian menjadi kegiatan-kegiatan untuk membantu proses pengambilan keputusan, seperti menentukan mangsa atau mendapatkan seorang wanita. Akhirnya, perjudian digunakan untuk mencari keuntungan materi.
Sudut pandang evolusi asal usul perjudian ini sama-sama diterima oleh sejarawan dan antropologi modern. Penjelasan kuno percaya bahwa para dewa dan pahlawan mitologislah yang menciptakan bentuk-bentuk perjudian. Misalnya, orang-orang Mesir Kuno percaya bahwa Dewa Thoth, yang merupakan dokter ilahi, penemu tulisan dan hakim agung, menemukan perjudian. Sementara menurut mitologi Yunani Kuno, Zeus, Poseidon dan Hades melakukan undian untuk menentukan masing-masing bagian dari alam semesta yang akan mereka dapatkan. Hasilnya, Zeus mendapatkan langit, Poseidon mendapatkan laut dan Hades menguasai dunia bawah. Kemudian, Yunani Kuno juga menyatakan bahwa bahwa Palamedes, seorang pahlawan mitologis, menciptakan permainan peluang untuk menghibur tentara Yunani selama Perang Troya. Ia juga dianggap sebagai penemu dadu.
Sebagaimana perjudian berevolusi dari praktek divinatori masyarakat awal, alat-alat judi pun berevolusi dari benda-benda yang digunakan dalam ritual tersebut: batu, tongkat, kacang-kacangan, tulang dan sebagainya. Tulang kecil, seperti tulang buku jari-jari (astragalus) menjadi pendahulu langsung dari dadu modern. Dengan bentuknya yang tidak simetris, astragalus memiliki 4 sisi lebar dan sekurangnya dua sudut bulat. Setelah dilempar, sebuah astragalus akan berhenti pada salah satu sisi dan memberikan hasil yang acak. Akhirnya, sisi astragalus diberi nilai dan tanda. Nilai terendah dilampirkan pada sisi terbesar yang berbentuk cekung karena kesempatan munculnya akan lebih tinggi, sedangkan nilai tertinggi, 6, ada pada sisi terkecil yang berbentuk cembung.
Astragalus yang digunakan biasanya berjumlah dua atau tiga. Dalam permainan, astragalus memiliki dilemparkan untuk mendapatkan jumlah tertinggi atau jumlah yang sama atau melebihi yang telah ditentukan. Astralagus terus digunakan sampai Romawi mulai menggunakan bahan lain untuk memproduksi dadu berbentuk simetris dan padat guna menghasilkan hasil yang lebih acak. Di antara bahan yang paling sering digunakan adalah gading, batu, kayu, amber hewan dan gigi manusia. Beberapa dadu berbentuk seperti piramida, tapi yang paling populer berbentuk kubus, sama seperti yang digunakan saat ini.
Selain dadu, kita juga mengenal kartu. Kartu, seperti halnya dadu, juga memiliki asal-usul yang terkait dengan praktek divinatori. Dalam hal ini, panah suci yang digunakan untuk meramal sekitar abad ke-6 di Korea menjadi cikal bakal kartu modern. Kartu awal Korea terbuat dari kertas minyak dan sutra yang disebut Htou-Tien atau "panah pertempuran." Kemudian kartu-kartu tersebut dimodifikasi oleh Cina dengan menggunakan dasar desain uang kertas.
|
Kartu China |
|
Kartu India |
Sebelum penemuan mesin cetak pada abad ke-15, kartu merupakan hasta karya menggunakan stensil dan papan kayu. Karena proses pembuatannya, harga kartu semacam itu terlalu mahal bagi orang kebanyakan. Di lain tempat, aristokrasi-aristokrasi Eropa abad pertengahan menggunakan jasa pelukis, termasuk beberapa pelukis Renaisans ternama, untuk membuat kartu terlihat lebih menarik. Mesin cetak kemudian membuat kartu terjangkau oleh masyarakat dan dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa di akhir abad ke-15.
- Sejarah Perjudian di Berbagai Peradaban
Sekitar 7000 SM tanah subur Mesopotamia memberi kesempatan kepada manusia untuk mengubah gaya hidup nomaden menjadi sedenter. Hal ini membuat kehidupan masyarakat Mesopotamia stabil sehingga dapat mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan alat-alat. Oleh karena itu, tidak heran jika alat judi paling awal ditemukan di antara temuan arkeologi di Mesopotamia. Astragalus empat sisi berpenanggalan 6000 SM dan dadu kubus enam sisi pertama yang ditandai dengan biji-bijian berpenanggalan 3000 SM ditemukan di banyak situs arkeologi Mesopotamia. Begitu pula dengan papan permainan yang berasal dari periode yang sama mengungkapkan bahwa penduduk Mesopotamia memainkan permainan papan structural. Hasil lemparan dadu digunakan untuk menentukan seberapa jauh potongan-potongan permainan dapat dipindahkan di papan (mungkin semacam ular tangga).
Perjudian dengan dadu juga sangat populer di Persia. Sejarawan dan penulis biografi Yunani, Plutarch, bercerita tentang permainan dadu antara Raja Artarxerxes dan sang ibu, Parysatis. Beberapa saat sebelum pertandingan, Artarxerxes memerintahkan salah seorang pelayannya untuk memotong kepala adiknya, Cyrus, yang telah mencoba untuk merebut kekuasaannya. Parysatis ingin membalaskan dendam Cyrus. Ia kemudian menawari Artarxerxes permainan dadu. Parysatis mengajak Artarxerxes untuk bermain dengan taruhan yang tinggi. Taruhannya termasuk hamba yang memenggal kepala Cyrus. Parysatis akhirnya menang dan membalaskan dendam pada hamba yang memenggal Cyrus.
Berikutnya, Mesir. Makam-makam Mesir Kuno dihiasi oleh relief yang menggambarkan banyak adegan perjudian. Catatan hieroglif dinasti tua pun menunjukkan bahwa hukum antiperjudian didirikan oleh 3000-4000 SM. Ini berarti bahwa pada waktu itu judi sudah menjadi bagian penting dari kehidupan Mesir. Plutarch mencatat mitos Mesir tentang dewa-dewa yang berjudi. Bukti lain ditunjukkan oleh dadu kubus berpenanggalan 2000 SM yang ditemukan dalam penggalian arkeologi.
Sebagian besar permainan yang dimainkan oleh orang-orang Mesir melibatkan 2 dadu dan sebuah papan permainan. Dadu dilemparkan dan potongan-potongan permainan dipindahkan di seluruh papan sesuai dengan hasil lemparan. Seorang pemain pertama yang berhasil memindah potongannya di seluruh papan akan menjadi pemenang.
Bentuk perjudian lainnya yang dimainkan masyarakat Mesir Kuno adalah permainan ganjil genap dan permainan tebak-tebakan. Dalam permainan tebak-tebakan, pemain harus menebak dengan benar berapa banyak jari yang diulurkan oleh lawan atau berapa banyak benda kecil yang ada di tangan lawan.
Budaya India mengadopsi perjudian sejak awal peradaban India, sekitar 4000 tahun yang lalu. Perjudian dalam masyarakat India Kuno juga dikisahkan dalam epos Mahabharata (1500 SM). Namun, tidak seperti Mesopotamia yang menggunakan astragalus, India menggunakan biji pohon "vibhitaka," sejenis kacang-kacangan yang memiliki ±5 sisi datar yang memungkinkan untuk digunakan sebagai dadu. Akhirnya, dadu vibhitaka digantikan oleh astragalus dan dadu kubus.
Selain dadu, India juga menyukai perjudian yang melibatkan hewan, terutama adu ayam dan biri-biri. Oleh karena itu, banyak rumah judi didirikan, tempat para penjudi bertaruh seperti tidak ada hari esok. Rumah-rumah perjudian itu diawasi oleh seorang pejabat untuk menjamin perjudian berlangsung teratur dan mengumpulkan persentase dari para penjudi untuk raja.
Menurut catatan sejarah, perjudian pertama kali muncul di China semasa pemerintahan Dinasti Xie dan Dinasti Shang. Keno, mirip dengan lotere, merupakan bentuk perjudian tertua di China. Pada abad ke-5 SM papan permainan yang menggabungkan keberuntungan dan keterampilan populer. Kemudian, sekitar abad 7 AD dadu dimodifikasi menjadi domino yang terbuat dari gading atau bahan lainnya dan biasanya memiliki bintik-bintik merah dan hitam. Selama abad ke-12, ketika China di bawah pemerintahan Kaisar Seun-Ho, permainan kartu menambah cita rasa dalam kehidupan perjudian di China.
Banyak penguasa Cina Kuno percaya bahwa perjudian akan menimbulkan masalah sosial yang serius jika berubah menjadi obsesi. Perjudian sering dikaitkan dengan triad, korupsi dan obat-obatan terlarang. Oleh karena itu, perjudian berada di bawah kendali regulasi yang ketat. Ironisnya, perjudian juga menghasilkan pendapatan bagi pemerintah.
Perjudian di Yunani Kuno meliputi, permainan sederhana, berjudi dengan dadu serta taruhan pada kontes hewan dan manusia. Dalam permainan sederhana, pemain wajib menebak dengan benar hasil permainan. Yang termasuk di dalam permainan ini lempar kerang yang masing-masing sisinya diberi warna hitam (malam) dan putih (siang).
Dadu kubus tertua yang ditemukan di situs arkeologi Yunani berasal dari abad ke-7 SM. Sebelum menggunakan dadu enam sisi, Yunani menggunakan astragalus dalam permainan dadu mereka. Ada dua jenis permainan dadu: melibatkan papan permainan dan melempar dadu hanya untuk mendapatkan angka tertinggi. Mereka melemparkan 3 atau 4 dadu setelah digoncang dalam cangkir khusus. Permainan lempar dadu ini di antaranya terdapat pada relief arsitektur yang berasal dari abad ke-4 SM yang menggambarkan episode perjudian dengan melibatkan pria dan wanita. Gambaran lain menujukkan permainan dadu antara Eros, Aphrodite dan seorang pria muda. Karya seni paling terkenal yang berkaitan dengan dadu menggambarkan pahlawan Yunani, Achilles dan Ajax yang sedangn bermain dadu selama Perang Troya (gambar bawah).
Kontes yang melibatkan hewan dan manusia selalu menghasilkan antusiasme dan taruhan yang besar. Sabung ayam menjadi salah satu bentuk perjudian yang paling dicintai di sekitar abad ke-5 SM. Taruhan juga dilakukan pada kontes-kontes olahraga, termasuk olimpiade dan kompetisi lain, seperti gulat, tinju, lari, lempar cakram dan lain-lain.
Selama masa kejayaan Kekaisaran Romawi, petani, prajurit, senator dan kaisar adalah penjudi. Mereka mengadopsi permainan Yunani. Mereka juga memainkan permainan tebak-tebakan, sebuah permainan yang dimainkan dengan menyembunyikan almond, kacang-kacangan dan benda-benda kecil lainnya di telapak tangan untuk ditebak jumlahnya. Permainan lainnya adalah untuk lempar koin untuk ditebak gambar apa yang tampil saat koin jatuh.
|
Dadu Perunggu (abad 1-3 AD) |
|
|
Dadu Kerang (abad 1-2 AD) |
|
Dadu Tulang (abad 1-3 AD) |
|
Dadu Perak (abad 2 AD) |
Bentuk perjudian yang paling populer adalah permainan dadu. Romawi menggunakan 3 atau 4 pasang dadu. Lemparan menang jika semua dadu menunjuk jumlah enam, sedangkan. lemparan terburuk jika semua dadu menunjukkan jumlah satu. Para prajurit Romawi sering memainkan permainan dadu selama kampanye mereka dan membawa meja judi ke dalam teater perang bersama dengan peralatan militer mereka.
Seperti halnya para prajuritnya, kaisar-kaisar Romawi juga merupakan para penjudi berat. Kaisar Nero, Vitellus, Cladius dan Commodus adalah penggemar judi dadu. Konon, Kaisar Caligula mengubah istana kekaisarannya menjadi sebuah rumah judi. Sementara Kaisar Cladius bisa bertaruh sebanyak 400.000 sesterces untuk setiap jatuhnya sebuah dadu. Ia juga menulis sebuah buku tentang judi dadu. Saking cintanya pada dadu, ia merancang keretanya sedemikian rupa agar setiap gerakannya tidak mengganggu lemparan dadu sehingga ia bisa bermain saat bepergian.
Banyak papan permainan, tabel dan dadu yang ditemukan di reruntuhan Kekaisaran Romawi. Dadu Romawi terbuat dari tulang, perak, perunggu, batu, kerang dan gading. Dadu dengan pemberat juga ditemukan di Pompeii. Gempa bumi yang mengubur kota itu tampaknya mengejutkan sekelompok pemain dadu di mana mereka ditemukan 2000 tahun kemudian dengan dadu terkepal di tangan mereka.
Selain dadu, kontes juga menjadi ladang taruhan. Kontes gladiator, balap kereta, adu hewan, perkelahian antara hewan dan manusia, semua jenis kegiatan olahraga memberikan peluang konstan bagi massa untuk bertaruh dan memuaskan rasa lapar mereka untuk berjudi.
Bangsa Romawi memiliki hukum terhadap perjudian, tetapi tidak serius ditegakkan. Selama Saturnalia, festival untuk menghormati dewa Saturnus yang berlangsung selama bulan Desember, semua pembatasan perjudian dihentikan. Menurut hukum Romawi pemenang tidak bisa secara legal mengklaim uang dimenangkan oleh perjudian dan pecundang tidak bisa dipaksa untuk membayar utang judinya.
- Perjudian Abad Pertengahan
Di Eropa Abad Pertengahan, permainan dadu tetap popular. Ordericus Vitalis (1075-1143) mengatakan bahwa ketika itu, pendeta dan uskup Inggris juga menyukai permainan dadu. Pada 1190, Raja Richard dan Philip Augustus, yang memimpin Perang Salib Ketiga, mengeluarkan perintah membatasi permainan dadu di antara pasukan Salib. Ksatria dan pendeta hanya diizinkan untuk menghabiskan tidak lebih dari 20 schillings, sementara tentara biasa tidak bisa bermain sama sekali. Dua abad kemudian, pada tahun 1334, sebuah hukum Inggris melarang orang-orang mengenakan topeng untuk pergi ke rumah orang lain pada hari Natal untuk bermain dadu. Dadu Loaded yang dikenal dengan moralis dari Abad Pertengahan.
|
Kartu Jacquemin Gringoneur's (abad ke-14) |
|
Kartu di Perancis (1392) |
|
Pesta Kartu (abad ke-15) |
Ada dugaan yang mengatakan bahwa permainan dadu Hazard ditemukan oleh tentara Salib selama pengepungan benteng Hazart. Hazart kemudian diadopsi sebagai Hazard dalam bahasa Inggris. Juga ada kemungkinan bahwa mereka mempelajarinya dari orang-orang Arab. Kata "Az-zahr" dalam bahasa Arab berarti dadu. Pada abad ke-19, permainan ini berkembang menjadi permainan Craps. Dadu abad pertengahan lainnya adalah dadu dengan pemberat yang dikenal di kalangan moralis.
Permainan lainnya adalah permainan ganjil genap, kepala atau ekor, punggung atau sisi yang dimainkan dengan pisau yang dilemparkan ke udara. Selain itu, orang-orang abad pertengahan juga bertaruh dalam balap merpati, sabung ayam dan kontes-kontes lainnya. Checker dan catur juga tak luput dari ajang teruhan.
Selama abad ke-15 popularitas permainan dadu berkurang. Permainan kartu menggantikan dadu sebagai cara yang paling populer untuk berjudi. Permainan kartu datang ke Eropa dari Asia dan dunia Arab pada pertengahan abad ke-14. 100 tahun kemudian permainan kartu tersebar di seluruh Eropa.
Menjelang akhir Abad Pertengahan, selain permainan kartu, lotere menjadi bentuk penting dari perjudian di Eropa. Pertama, lotere muncul di Kekaisaran Romawi sebagai cara untuk mendistribusikan hadiah tanpa menyinggung siapa pun. Di Eropa, lotere awalnya melayani tujuan membuang barang-barang mahal yang tidak memiliki pembeli. Janda pelukis Jan van Eyck Flemish mempromosikan jenis lotere di Bruggs tahun 1446. Seabad kemudian para pedagang Venesia dan Genoa menggunakan lotere untuk memindahkan barang yang tidak terjual. Lotere Inggris pertama berlangsung di bawah Ratu Elizabeth pada tahun 1569 dengan hadiah perak, permadani dan uang.
No comments:
Post a Comment