Satuan tentara elite Majapahit sudah dibangun sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan Bhayangkara di bawah bekel Gajah Mada. Di masa-masa berikutnya satuan elite terus berkembang, terutama ketika Gajah Mada menjabat sebagai mahapatih (1334-1359).
Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai dan meluluhlantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Setibanya di Majapahit, Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Orang-orang Pasai tersebut kemudian bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit, Trowulan.* Hal ini dibuktikan di mana pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Sriwijaya dan menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus), saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh prajurit Islam. Di Bali
Penempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (Kitab Babad Dalem).
Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.
Di Wanin (Papua)
Saat Prof. JH Kern dan NJ Krom meneliti kitab Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah) oleh JLA Brandes dari istana Cakranagara, Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920, mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit di Papua Barat dibuktikan dengan adanya penempatan prajurit Islam di Wanin. Berdirinya Kerajaan Wanin di Fak-fak hingga Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai sekarang, raja-raja dan rakyat di Wanin dan Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan sangat fasih menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tak seperti di Bali, prajurit Islam Majapahit ini membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa, Bugis, Seram dan pulau Maluku, sebelum akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin bergabung dengan Kerajaan Ternate di Maluku Utara, yang dulunya juga merupakan bawahan Majapahit. Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar luas di Fak-fak, Biak dan Raja Ampat. Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.
Di Marege, Australia Sejarah resmi negeri kangguru, sepertinya harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina Ganter, sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia – belum lama ini meriset suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di tanah Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara. Regina mendapat fakta yang menakjubkan , bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo, Makasar, sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.
Orang Marege hingga hari ini menyebut rupiah untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya adalah dollar. Juga menyebut dinar untuk koin emas Australia. Dahulu sempat ditemukan koin Gobog di desa Marege Darwin. Padahal koin Gobog merupakan koin resmi Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak prajurit Majapahit abad ke 14 yang dikirim ke Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Pinisi dari Makasar menguasai perairan teluk Carpentaria – Darwin, mereka mencari tripang. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim. Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makasar dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal bercadik Majapahit pun terpahat dalam seni ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan tahun.
Ketika orang Inggris menjajah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi di negeri Kanguru. Karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya ‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’.
(*)“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”)
referensi
(*)Akhir-akhir ini memang banyak yang menulis tentang keIslaman Gajah Mada. Memang, di sebuah situs Majapahit, Makam Troloyo, terdapat beberapa makam dengan nisan bernafaskan Islam sehingga mengindikasikan jika yang wafat adalah orang Islam. Tetapi trus terang, bagi saya, hal ini adalah sebuah misteri. Gajah Mada sendiri merupakan sosok yang misterius (dimisteriuskan?). Tak ada bukti-bukti lengkap yang mengupas tuntas soal Gajah Mada. Selain Negarakertagama (sumber sejaman setempat), sepanjang yang saya ketahui, tak ada bukti-bukti primer lain soal mahapatih terbesar sepanjang sejarah Indonesia ini. Padahal, mustahil Majapahit melalaikan sosok sebesar dan seberjasa Gajah Mada. Apakah bukti-bukti itu memang hilang digerus masa atau mungkinkah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghilangkan bukti-bukti itu? Wallahu a'lam. Silahkan pembaca sharing di sini. Mari kita berbagi.
Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai dan meluluhlantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Setibanya di Majapahit, Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Orang-orang Pasai tersebut kemudian bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit, Trowulan.* Hal ini dibuktikan di mana pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Sriwijaya dan menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus), saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh prajurit Islam. Di Bali
Penempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (Kitab Babad Dalem).
Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.
Di Wanin (Papua)
Saat Prof. JH Kern dan NJ Krom meneliti kitab Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah) oleh JLA Brandes dari istana Cakranagara, Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920, mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit di Papua Barat dibuktikan dengan adanya penempatan prajurit Islam di Wanin. Berdirinya Kerajaan Wanin di Fak-fak hingga Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai sekarang, raja-raja dan rakyat di Wanin dan Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan sangat fasih menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tak seperti di Bali, prajurit Islam Majapahit ini membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa, Bugis, Seram dan pulau Maluku, sebelum akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin bergabung dengan Kerajaan Ternate di Maluku Utara, yang dulunya juga merupakan bawahan Majapahit. Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar luas di Fak-fak, Biak dan Raja Ampat. Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.
Di Marege, Australia Sejarah resmi negeri kangguru, sepertinya harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina Ganter, sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia – belum lama ini meriset suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di tanah Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara. Regina mendapat fakta yang menakjubkan , bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo, Makasar, sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.
Orang Marege hingga hari ini menyebut rupiah untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya adalah dollar. Juga menyebut dinar untuk koin emas Australia. Dahulu sempat ditemukan koin Gobog di desa Marege Darwin. Padahal koin Gobog merupakan koin resmi Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak prajurit Majapahit abad ke 14 yang dikirim ke Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Pinisi dari Makasar menguasai perairan teluk Carpentaria – Darwin, mereka mencari tripang. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim. Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makasar dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal bercadik Majapahit pun terpahat dalam seni ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan tahun.
Ketika orang Inggris menjajah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi di negeri Kanguru. Karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya ‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’.
(*)“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”)
referensi
(*)Akhir-akhir ini memang banyak yang menulis tentang keIslaman Gajah Mada. Memang, di sebuah situs Majapahit, Makam Troloyo, terdapat beberapa makam dengan nisan bernafaskan Islam sehingga mengindikasikan jika yang wafat adalah orang Islam. Tetapi trus terang, bagi saya, hal ini adalah sebuah misteri. Gajah Mada sendiri merupakan sosok yang misterius (dimisteriuskan?). Tak ada bukti-bukti lengkap yang mengupas tuntas soal Gajah Mada. Selain Negarakertagama (sumber sejaman setempat), sepanjang yang saya ketahui, tak ada bukti-bukti primer lain soal mahapatih terbesar sepanjang sejarah Indonesia ini. Padahal, mustahil Majapahit melalaikan sosok sebesar dan seberjasa Gajah Mada. Apakah bukti-bukti itu memang hilang digerus masa atau mungkinkah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghilangkan bukti-bukti itu? Wallahu a'lam. Silahkan pembaca sharing di sini. Mari kita berbagi.
No comments:
Post a Comment