Pembunuhan berantai secara umum dianggap sebagai sebuah fenomena zaman modern, padahal fenomena tersebut sudah terjadi sejak berabad-abad silam. Yuk, kita telusuri sejarah singkatnya.
Liu Pengli, seorang sepupu Kaisar Han Jing, dijadikan raja Jidong pada tahun keenam masa pemerintahan sepupunya itu (144 SM). Menurut sejarawan Cina, Sima Qian, ia telah melakukan perampokan bersama 20 hingga 30 budak atau pemuda-pemuda kebal hukum. Komplotan itu juga membunuh dan merampas barang-barang hanya untuk kesenangan belaka. Akibatya, rakyat Jidong yang mengetahui pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan komplotan itu takut untuk keluar rumah pada malam hari.
Setelah masa pemerintahan Liu Pengli berlangsung 29 tahun, anak dari salah satu korbannya mengirim sebuah laporan kepada kaisar. Akhirnya, ia mengakui telah membunuh sedikitnya 100 orang atau lebih. Para pejabat pengadilan meminta agar Liu Pengli dieksekusi, namun karena masih berdarah bangsawan dan punya hubungan kekeluargaan, sang kaisar hanya memutuskan untuk membuang Liu Pengli.
di lain benua, pada abad ke-15, salah seorang terkaya di Perancis, Gilles de Rais, dikabarkan telah melakukan penculikan, kekerasan seksual dan membunuh sedikitnya 100 anak, terutama anak laki-laki yang berasal dari desa-desa sekitar dan dibawa ke istananya. Masih dalam abad yang sama, seorang bangsawan Hungaria bernama Elizabeth Bathory ditangkap pada tahun 1610 dan didakwa telah menyiksa dan menyembelih 600 gadis muda. Setelah ditangkap, De Rais mengakui bahwa kejahatan yang dilakukannya itu merupakan bentuk penyembahan terhadap setan. Seperti halnya Liu Pengli, De Rais dan Bathory tidak perlu berlama-lama untuk berurusan dengan pengadilan.
Ketiga kasus di atas menunjukkan bahwa kekayaan, kekuasaan dan status dapat mempengaruhi hukum. Oleh karena itu, meskipun kejahatan mereka telah dikenal, atasan mereka menolak untuk mempercayainya. Kurangnya penegak hukum, seperti polisi, pada waktu itu kemungkinan juga memunculkan pembunuh-pembunuh berantai lain yang tak teridentifikasi. Banyak insiden yang mungkin karya pembunuh berantai, namun kesalahan dilimpahkan pada manusia serigala atau roh-roh setan.
Selanjutnya, ada Behram. Pemimpin Thuggee, sebuah geng pengkultus pembunuhan di India, tersebut dikatakan sebagai pembunuh berantai paling produktif di dunia. Menurut berbagai sumber, ia diyakini telah membunuh 931 korban dengan cara mencekik korban-korbannya menggunakan kain seremonial atau rumal [sapu tangan] yang digunakan gengnya antara 1790 dan 1830. Rekor Behram hanya bisa disamai oleh beberapa algojo Einsatzgruppen Nazi dan kolaborator mereka di Eropa Timur. Menurut Guinness World Records, secara keseluruhan, Thuggee bertanggung jawab atas kematian sekitar 2 juta orang. Ketenaran Thuggee akhirnya mengarah pada kata “thug” yang dalam bahasa Inggris digunakan sebagai istilah untuk menyebut bajingan, penjahat dan orang yang berperilaku agresif terhadap orang lain.
Di bawah Behram, muncullah Jack The Ripper yang membunuh pelacur (jumlah pasti korban tidak diketahui) di London pada tahun 1888. Kasus Jack The Ripper mendapat perhatian pers karena London merupakan pusat kekuasaan terbesar di dunia pada saat itu. Jack The Ripper juga disebut-sebut sebagai pembunuh berantai paling terkenal sepanjang masa.
Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing mencatat kasus pembunuhan berantai di tahun 1870an dalam buku Psychopathia Sexualis-nya. Ia mencatat bahwa seorang pria Prancis bernama Eusebius Pieydagnelle yang memiliki obsesi seksual dengan darah mengaku telah membunuh enam orang. Joseph Vacher dieksekusi di Perancis pada tahun 1898 setelah mengaku membunuh dan memutilasi 11 perempuan dan anak-anak, sementara seorang Amerika, H.H. Holmes digantung di Philadelphia pada tahun 1896 setelah mengaku bahwa dirinya telah melakukan 27 pembunuhan.
Beberapa kriminolog sejarah telah menyarankan bahwa mungkin ada pembunuhan berantai sepanjang sejarah, tetapi kasus-kasus spesifik tidak cukup dicatat. Beberapa sumber menunjukkan bahwa legenda seperti manusia serigala dan vampir justru terinspirasi oleh pembunuh berantai abad pertengahan.
referensi: mysterytopia
Liu Pengli, seorang sepupu Kaisar Han Jing, dijadikan raja Jidong pada tahun keenam masa pemerintahan sepupunya itu (144 SM). Menurut sejarawan Cina, Sima Qian, ia telah melakukan perampokan bersama 20 hingga 30 budak atau pemuda-pemuda kebal hukum. Komplotan itu juga membunuh dan merampas barang-barang hanya untuk kesenangan belaka. Akibatya, rakyat Jidong yang mengetahui pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan komplotan itu takut untuk keluar rumah pada malam hari.
Setelah masa pemerintahan Liu Pengli berlangsung 29 tahun, anak dari salah satu korbannya mengirim sebuah laporan kepada kaisar. Akhirnya, ia mengakui telah membunuh sedikitnya 100 orang atau lebih. Para pejabat pengadilan meminta agar Liu Pengli dieksekusi, namun karena masih berdarah bangsawan dan punya hubungan kekeluargaan, sang kaisar hanya memutuskan untuk membuang Liu Pengli.
di lain benua, pada abad ke-15, salah seorang terkaya di Perancis, Gilles de Rais, dikabarkan telah melakukan penculikan, kekerasan seksual dan membunuh sedikitnya 100 anak, terutama anak laki-laki yang berasal dari desa-desa sekitar dan dibawa ke istananya. Masih dalam abad yang sama, seorang bangsawan Hungaria bernama Elizabeth Bathory ditangkap pada tahun 1610 dan didakwa telah menyiksa dan menyembelih 600 gadis muda. Setelah ditangkap, De Rais mengakui bahwa kejahatan yang dilakukannya itu merupakan bentuk penyembahan terhadap setan. Seperti halnya Liu Pengli, De Rais dan Bathory tidak perlu berlama-lama untuk berurusan dengan pengadilan.
Ketiga kasus di atas menunjukkan bahwa kekayaan, kekuasaan dan status dapat mempengaruhi hukum. Oleh karena itu, meskipun kejahatan mereka telah dikenal, atasan mereka menolak untuk mempercayainya. Kurangnya penegak hukum, seperti polisi, pada waktu itu kemungkinan juga memunculkan pembunuh-pembunuh berantai lain yang tak teridentifikasi. Banyak insiden yang mungkin karya pembunuh berantai, namun kesalahan dilimpahkan pada manusia serigala atau roh-roh setan.
Selanjutnya, ada Behram. Pemimpin Thuggee, sebuah geng pengkultus pembunuhan di India, tersebut dikatakan sebagai pembunuh berantai paling produktif di dunia. Menurut berbagai sumber, ia diyakini telah membunuh 931 korban dengan cara mencekik korban-korbannya menggunakan kain seremonial atau rumal [sapu tangan] yang digunakan gengnya antara 1790 dan 1830. Rekor Behram hanya bisa disamai oleh beberapa algojo Einsatzgruppen Nazi dan kolaborator mereka di Eropa Timur. Menurut Guinness World Records, secara keseluruhan, Thuggee bertanggung jawab atas kematian sekitar 2 juta orang. Ketenaran Thuggee akhirnya mengarah pada kata “thug” yang dalam bahasa Inggris digunakan sebagai istilah untuk menyebut bajingan, penjahat dan orang yang berperilaku agresif terhadap orang lain.
Di bawah Behram, muncullah Jack The Ripper yang membunuh pelacur (jumlah pasti korban tidak diketahui) di London pada tahun 1888. Kasus Jack The Ripper mendapat perhatian pers karena London merupakan pusat kekuasaan terbesar di dunia pada saat itu. Jack The Ripper juga disebut-sebut sebagai pembunuh berantai paling terkenal sepanjang masa.
Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing mencatat kasus pembunuhan berantai di tahun 1870an dalam buku Psychopathia Sexualis-nya. Ia mencatat bahwa seorang pria Prancis bernama Eusebius Pieydagnelle yang memiliki obsesi seksual dengan darah mengaku telah membunuh enam orang. Joseph Vacher dieksekusi di Perancis pada tahun 1898 setelah mengaku membunuh dan memutilasi 11 perempuan dan anak-anak, sementara seorang Amerika, H.H. Holmes digantung di Philadelphia pada tahun 1896 setelah mengaku bahwa dirinya telah melakukan 27 pembunuhan.
Beberapa kriminolog sejarah telah menyarankan bahwa mungkin ada pembunuhan berantai sepanjang sejarah, tetapi kasus-kasus spesifik tidak cukup dicatat. Beberapa sumber menunjukkan bahwa legenda seperti manusia serigala dan vampir justru terinspirasi oleh pembunuh berantai abad pertengahan.
referensi: mysterytopia
No comments :
Post a Comment